KASIH SAYANG, TANGGUNG JAWAB DAN KEWIBAWAAN
DARI BUKU UYO SADULLOH DKK.
Pemahaman pendidik terhadap konsep kasih sayang
mendasari bagaimana sikap pendidik dalam menjalankan proses pendidikan,
sehingga anak didik dapat belajar dengan suasana kehangatan dan menyenangkan.
Kewibawaan dipandang sebagai alat pendidikan yang penting bagi pendidik dimana
lemahnya kewibawaan pendidik akan berdampak pada proses pendidikan. Begitu juga
dengan tanggung jawab, di samping menjadi tujuan pendidikan, yakni menghasilkan
manusia yang bertanggungjwab, juga menjadi motivasi pendidik untuk dapat
bertanggung jawab terhadap tugas yang diembannya. Kasih sayang, kewibawaan, dan
tanggung jawab pendidikan merupakan ruh dari pendidikan, tidak dapat dipisahkan
satu sama lainnya. Tanpa kasih sayang anak akan berkembang menurut kemauannya
sendiri. Tanpa kewibawaan, pendidik akan kehilangan kepercayaan dari anak
didiknya dan tanpa tanggung jawab dari pendidik, upaya pendidikan tidak akan
memiliki arah dan tujuan, karena pendidik akan acuh dalam melaksanakan tugasnya
sebagai orang dewasa yang harus membawa anak kepada kedewasaan.
A.
Kasih
Sayang
Kasih sayang merupakan fitrah manusia, artinya setiap
manusia ditakdirkan oleh Allah memiliki kasih sayang terhadap sesamanya. Dalam
pendidikan, kasih sayang harus mendasari semua upaya dalam membawa anak menuju
kedewasaan. Tanpa kasih sayang pendidikan tidak akan bermakna apa-apa.
1.
Makna
Kasih Sayang
Kasih sayang merupakan suatu penyerahan diri secara
total dari pendidik tanpa pamrih kepada anak didik dengan tujuan menuju
kedewasaan. Semua orang tua sayang kepada anaknya, sehingga banyak orang tua
yang tidak memberikan teguran atau peringatan jika anaknya melakukan kesalahan
karena takut anaknya tersinggung. Misalnya ketika anaknya mengganggu orang
lain, merusak atau mengotori dinding orang lain, orang tua kadang tertawa
seperti memberi semangat dan bukan menegur. Orang tua seperti itu telah
melakukan penipuan terhadap anak-anak mereka. Semua orang tua harus menyatakan
kasih sayang, tetapi jangan sampai tidak mendidiknya.
Kasih sayang dapat mempengaruhi kehidupan rohaniah
maupun jasmaniah. Secara rohaniah anak akan hidup penuh keceriaan, kesenangan,
dan kebahagiaan. Secara jasmaniah anak-anak akan mengalami pertumbuhan
jasmaniah lebih sehat. Kasih sayang juga akan menyelamatkan anak-anak dari
sifat kerdil misalnya merasa terkucilkan.
2.
Kasih
sayang yang berlebihan dan hidup tanpa kasih sayang
a.
Kasih
sayang yang berlebihan
Kasih sayang orang tua memang penting namun jika
berlebihan akan mendatangkan akibat yang tidak diharapkan. Sebagai orang tua
yang baik, mereka harus mempersiapkan sesuatu untuk masa depan anak-anak
mereka. Anak harus didik supaya menjadi manusia yang tangguh pada saat ia
dewasa. Kasih sayang yang berlebihan dapat menimbulkan dampak yang negative
antara lain :
1) Akan
tumbuh sikap yang ingin selalu diperlakukan secara istimewa. Sifat-sifat
seorang otoriter dalam diri anak akan semakin berkembang serta benih
kediktatoran akan bersemi dalam dirinya sehingga akan mudah putus asa jika
keinginannya tidak diperhatikan.
2) Anak
yang selalu dimanja dapat mengalami masalah dalam kehidupan rumah tangganya
misalnya memperlakukan istrinya sebagai pembantu kelak.
3) Anak
yang dibesarkan dalam asuhan kasih sayang berlebihan dapat menjadi anak yang
sangat rentan dengan masalah, kehilangan kepercayaan diri, tidak berani
mengambil resiko, tidak mau melakukan pekerjaan-pkerjaan yang penting dan
selalu mengharapkan uluran orang lain.
4) Anak
tidak mau mengembangkan diri karena merasa cukup dengan apa yang diterimanya.
Orang tuanya telah memenuhi segala keinginannya, pujian dan segalanya menjadi
gambaran semu dirinya.
5) Anak
yang selalu dimanjakan dengan segala kesenangan dan segala keinginannya selalu dipenuhi
oleh orang tuanya, jika dewasa mungkin dia akan tumbuh menjadi sombong atau
memaksakan kehendak.
b.
Hidup
tanpa kasih sayang
Menurut Husain Mazhahiri (2002), bahwa kecintaan/kasih
sayang meninggalkan bekasnya secara positif kepada anak dan menjadikan
perilakunya di masa yang akan datang memiliki sifat kasih sayang dan kecintaan.
Sebaliknya jika kecintaan hilang dari rumah tangga dan rumah tangga menjadi
korban kebekuan dan kekerasan, maka masa depan anak akan terlempar pada
marabahaya.
Selanjutnya menurut Mazhahiri, jika seorang anak
lelaki dengan tabiatnya yang keras ia akan kehilangan syarat pertama dari
kehidupan suami istri yang baik dan berhasil. Apabila seorang anak perempuan,
maka ia akan kehilangan kelayakan untuk dipimpin oleh suami dan keharmonisan
bersamanya serta pendidikan anak-anaknya. Jadi anak yang hidup tanpa kasih sayang
orang tuanya, pada masa yang akan datang setelah ia dewasa akan menampakkan
kebenciannya terhadap masyarakat sekitarnya, serta ketidakpedulian terhadap
orang lain. Ia tidak menunjukkan jiwa tolong menolong sehingga ia menjadi
manusia yang tidak beperasaan.
3.
Kasih
sayang di sekolah
Dalam proses pendidikan di sekolah dimana peran orang
tua digantikan oleh guru, pola hubungan guru-anak perlu dilandasi kasih sayang
agar terjalin ikatan perasaan yang dapat mendukung tercapainya tujuan
pendidikan. Banyak peran yang semestinya dilakukan oleh guru dalam menjalankan
proses pendidikan, diantaranya :
a.
Guru
sebagai pembimbing
Realitas di masyarakat menunjukkan bahwa perilaku
menyimpang dari anak-anak seperti kebrutalan, kecanduan narkoba, pemurung,
apatis dan sebagainya muncul karena dilatarbelakangi oleh kondisi dimana anak
tumbuh dalam keluarga yang tidak memberikan kepuasan kasih sayang terhadap
dirinya. Dengan kasih sayang yang diberikan oleh guru, anak akan mendapatkan
bimbingan untuk menjalani kehidupan, baik yang sedang dijalani maupun bekal kehidupan
di masa yang akan datang. Guru bagi anak sebgai tempat bertanya, mengadu,
meminta pendapat, berkeluh kesah, curhat, berlindung dan posisi lainnya dalam
diri seorang anak didik.
b.
Guru
pembentuk kepribadian
Pembentukan kepribadian anak di sekolah merupakan hal
yang tidak mudah, sulit kiranya dilakukan tanpa disertai dengan kasih sayang.
Guru di sekolah bertanggung jawab membimbing anak didik, menjadi manusia
bermoral, berhati nurani dan kasih sayang terhadap sesama. Guru harus
menunjukkan sosok pribadi yang utuh, berpribadi stabil, tidak emosional sehingga
akan menjadi teladan bagi anak didiknya. Tindakan kriminal yang dilakukan anak
bisa dilakukan karena seorang anak karena kepribadian yang labil serta
kehilangan kasih sayang dari orang tua. Di sekolah guru yang baik akan memperhatikan
hal ini sebagai perannya dalam menjalankan proses pendidikan. Pembentukan
kepribadian anak di sekolah merupakan hal yang tidak mudah.
c.
Guru
sebagai tempat perlindungan
Di sekolah, guru akan minta perlindungan kepada
gurunya, gurulah yang menjadi tempat perlindungan bagi anak-anak tersebut. Pada
kondisi ini, guru semestinya berlaku bijaksana, mendengarkan masalah yang
dihadapi anak, memberikan nasihat dan sebisa mungkin menyadarkan tindakan yang
dilakukan anak atau bahkan berupaya menjembatani permasalahan anak dengan orang
tuanya. Jika anak merasa tidak mendapat perlindungan di rumah, maka selayaknya
di sekolah seorang guru dapat memberikan kasih sayang dengan mendengarkan
masalah anak, memberikan nasihat atau menjembatani permasalahan anak dengan orang
tuanya, maka anak akan merasa diperhatikan dan dilindungi.
d.
Guru
sebagai fitur teladan
Kasih sayang harus tergambarkan dalam perilaku ayah
ibu mereka misalnya dalam bentuk pelukan, senyuman, bahkan dalam nada bicara
orang tua mereka dan harus ditunjukkan dalam perilaku kongkret. Kasih sayang
yang terwujud melalui perilaku di samping secara psikologis akan dirasakan
anak, juga perilaku itu akan menjadi contoh atau teladan apalagi pada anak yang
menginjak remaja. Seorang guru yang ramah, hangat, dan selalu tersenyum, tidak
memperlihatkan muka kusam atau kesal, merespon pembicaraan atau pertanyaan anak
didik akan menumbuhkan kondisi psikologis yang menyenangkan bagi anak sehingga
ia akan melibatkan dirinya dalam kegiatan sekolah. Perilaku anak didik yang terbentuk
ini pada dasarnya merupakan hasil dari mencontoh atau meneledani perilaku
pendidik dengan penuh kasih sayang.
e.
Guru
sebagai sumber pengetahuan
Dalam proses pembelajaran dimana terjadi transformasi
pengetahuan, sikap memberi dan melarang semestinya dilakukan dengan hati-hati
terhadap anak didik. Pengetahuan dapat mengubah sikap dan perilaku anak kearah
yang lebih positif. Beberapa hal yang mungkin terjadi apabila guru tidak
berhati-hati dalam menyampaikan pengetahuan :
1) Akan
merusak jalinan kasih sayang di antara guru dan anak didik sehingga anak akan
menganggap guru tidak dapat mengajar dengan baik.
2) Anak
akan belajar pada sumber lain yang apabila tidak dibimbing tidak menutup
kemungkinan menghasilkan perilaku yang tidak diharapkan.
3) Kurangnya
bimbingan dari guru sebagai pendidik akan menumbuhkan perilaku yang tidak
bertanggung jawab atas perbuatannya.
Dengan demikian, kasih sayang memegang peranan yang
sangat penting di lingkungan sekitar anak. Dengan ketulusan dan kasih sayang
anak didik akan merasa senang mengikuti pendidikan dan tujuan pendidikan akan
mudah diwujudkan.
B.
Kewibawaan
dalam Pendidikan
Guru sebagai pendidik harus memiliki kewibawaan, baik
dalam pembelajaran di dalam kelas ataupun kegiatan lain di luar kelas. Kewibaan
mempunyai peranan penting dalam usaha menentukan dan merumuskan tujuan hakiki
dan arti pendidikan. Kewibawaan merupakan syarat mutlak dalam pendidikan.
Artinya, jika tidak ada kewibawaan maka pendidikan tidak mungkin terjadi sebab
adanya kewibawaan maka segala bentuk bimbingan yang diberikan oleh pendidik
akan diikuti oleh anak didik.
1.
Makna
kewibawaan
Ciri utama seorang pendidik adalah adanya kewibawaan
yang terpancar dari dirinya terhadap anak didik. Kewibawaan merupakan pancaran
batin yang dapat menimbulkan pada pihak lain sikap untuk mengakui, menerima,
dan menuruti dengan penuh pengertian atas pengaruh tersebut. Kewibawaan hanya
dimiliki oleh manusia yang sudah dewasa, suatu kedewasaan rohaniah yang
didukung kedewasaan jasmaniah terutama pada orang tua dan itu merupakan
kewibawaan asli. Pendidik harus memiliki kewibawaan di mata anak didik, karena
mereka membutuhkan perlindungan, bantuan, bimbingan, dan pendidik bersedia
untuk memenuhinya.
Kewibawaan merupakan suatu daya mempengaruhi yang
terdapat pada seseorang, sehingga orang lain yang berhadapan dengannya secara
sadar dan sukarela menjadi tunduk dan patuh kepadanya. Anak kecil (sampai usia
3 tahun) belum mengenal kewibawaan, artinya anak kecil belum dapat tunduk
kepada suatu pengaruh atas kesadaran dan kerelaan sendiri. Pengenalan dan
pengakuan terhadap wibawa membutuhkan bahasa. Bahasa merupakan tempat pertemuan
antara pendidik dan anak didik. Dengan bahasa, anak didik dapat mengerti apa
arti anjuran dan larangan dari pendidik, sehingga dengan demikian dapatlah
dikenal dan diakui berwibawa.
Apabila orang tua tidak menggunakan anjuran dan
larangan kepada anak, maka dapat mengakibatkan anak mempunyai sikap yang tidak
dapat didekati, anak akan menjadi asing terhadap kekerasan anak, menjadi tidak
dapat lagi dinasihati atau didekati. Sebaliknya jika orang tua terlalu banyak
menggunakan kesempatan untuk memberi nasihat atau anjuran maupun larangan, akan
memberi akibat yang dapat merugikan dalam pendidikan.
2.
Awal
penerimaan kewibawaan oleh anak
Betapapun besarnya kewibawaan seorang pendidik, tidak
ada gunanya jika kewibawaan itu sama sekali tidak dihayati oleh anak didiknya.
Kewibawaan itu menentukan bentuk perlakuan yang harus diikuti serta menghalangi
atau menolak yang tidak dikehendaki. Anak didik mendapatkan keberanian moral
untuk mencoba menjalankan dan menuruti kewibawaan karena adanya rasa kasih sayang
yang menjadi pengikat bagi mereka.
Anak sudah memiliki kontak dengan orang tua tetapi
kontak itu bukan melalui bahasa, melainkan melalui perasaan. Pembentukan
tingkah laku anak bukan hanya dilakukan dengan pendidikan, melainkan dengan
pembiasaan misalnya melatih anak supaya bangun pagi-pagi. Menurut Langeveld
pendidikan baru dimulai apabila anak sudah mengakui atau menghayati kewibawaan
orang tua atau pendidiknya, dan anak dapat mengakui kewibawaan pendidiknya
apabila anak sudah memahami bahasa yaitu ketika anak sudah berumur 3 tahun. Sedangkan pendidikan yang dijalani
anak sebelum usia 3 tahun disebutnya sebagai pendidikan pendahuluan. Oleh
karena itu, ada saat belum adanya penyadaran hubungan kewibawaan dalam arti
anak belum bias menerima kewibawaan pendidik, upaya pembiasaan dan kekuatan
dapat dilakukan terhadap diri anak.
3.
Kewibawaan
dan penerimaan norma oleh anak
Jika anak sudah dapat mengakui kewibawaan pendidik,
maka dapatlah dimulai pendidikan yang sesungguhnya, anak mulai dapat dikenalkan
dengan norma yang sesungguhnya. Kepada anak diperkenalkan mana perbuatan yang
baik, buruk, dengan contoh, larangan, nasihat, dongeng, teladan, dan
lain-lainya. Agar anak mengikuti norma tertentu, maka pendidikannlah yang harus
pertama kali menjadi perwujudan dalam dirinya dari norma tersebut. Untuk
mendidik harus dimulai dari diri pendidik itu sendiri. Bagi pendidik, harus ada
kesesuaian antara kata dan perbuatan, seperti firman Allah : Hai orang-orang yang beriman mengapa kamu
katakan sesuatu padahal kamu tidak melakukaknnya, besar sekali murka di sisi
Allah bagi orang yang mengatakan sesuatu padahal ia sendiri tidak melakukannya
(Q.S As-Shaf: 2-3).
Sehubungan dengan penerimaan norma tersebut , kiranya
perlu dipaparkan bagaimana proses penerimaan norma oleh anak sebagai berikut :
a. Anak
menghadapi pendidik sebagai pendukung norma tertentu yang selalu dilihatnya
melaksanakan norma itu. Pada mulanya anak berpikir, tindakan itu baik karena
dilakukan oleh pendidiknya dan tindakan itu adalah tidak baik karena dilarang
oleh pendidiknya.
b. Anak
kemudian mengerti bahwa tindakan-tindakan itu atau tingkah laku pendidiknya
diatur oleh sesuatu yang disebut oleh norma.
c. Setelah
anak dapat melihat norma terlepas dari si pendukung norma, maka tindakan atau
tingkah laku pendidik sebagai pendukung norma selalu dibandingkan dengan norma
yang dikatakan oleh pendidiknya itu.
d. Bila
ternyata pendidik mempunyai tingkah laku yang cocok dengan norma yang
dikemukakan maka anak akan menerima norma itu dengan sukarela.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perkembangan
kewibawaan anak didik ditandai dengan tumbuhnya kepercayaan. Dalam lingkungan
pendidikan, kepercayaan yang diberikan oleh pendidik kepada anak didik
mempunyai dua arti:
a. Bahwa
keinginan pendidik untuk terus mengikat pribadi anak didik pada dirinya telah
dapat diatasi oleh pendidik.
b. Bahwa
kepercayaan itu merupakan tempat sumber bagi anak didik untuk tumbuh dan
berkembang. Artinya anak didik yang mendapat kerpercayaan itu harus dapat
berdiri sendiri, karena pendidik yakin bahwa ia dapat berdiri sendiri dan mendorong
supaya ia menjadi dewasa.
4.
Mempertahankan
kewibawaan
Pendidik harus mempertahankan kewibawaan yang
dimilikinya, sehingga kewibawaan tersebut harus dipelihara dan dibinanya.
Langeveld mengemukakan 3 sendi kewibawaan yaitu, kepercayaan, kasih sayang dan
kemampuan mendidik. Dalam hal kepercayaan, pendidik harus percaya bahwa dirinya
bisa dan mampu mendidik dan juga harus percaya bahwa anak didik dapat dididik.
Kasih sayang mengandung dua makna yaitu penyerahan diri kepada yang dikasih sayangi
dan pengendalian terhadap yang disayangi. Kemampuan mendidik dapat dikembangkan
melalui beberapa cara, diantaranya pengkajian terhadap ilmu pengetahuan
khususnya ilmu pendidikan.
Selain ketiga hal diatas, dalam mempertahankan
kewibawaan tersebut perlu didukung oleh keadaan batin pemilik kewibawaan yaitu
:
a. Adanya
rasa cinta : kewibawaan itu dapat dimiliki oleh seseorang, apabila hidupnya
penuh kecintaan dengan atau kepada orang lain.
b. Adanya
rasa demi kamu : adalah sikap yang dapat dilukiskan sebagai suatu tindakan,
perintah atau anjuran bukan untuk kepentingan orang yang memerintah, tetapi
untuk kepentingan orang yang diperintah, menganjurkan demi orang yang menerima
anjuran, melarang juga demi orang dilarang, misalnya guru memerintahkan anak
didiknya belajar keras dalam menghadapi ujian, bukan agar dirinya mendapat nama
karena anak didiknya melainkan agar anak didik mendapat nilai yang bagus.
c. Adanya
kelebihan batin : seorang guru yang menguasai bidang studi yang menjadi
tanggung jawabnya, bisa berlaku adil dan obyektif, bijaksana, merupakan
contoh-contoh yang dapat menimbulkan kewibawaan batin.
d. Adanya
ketaatannya kepada norma : menunjukkan bahwa dalam tingkah lakunya dia sebagai
pendukung norma yang sungguh-sungguh, selalu menepati janji yang pernah dibuat,
disiplin dalam hal-hal yang telah digariskan.
Selanjutnya dalam melaksanakan kewibawaan, pendidik
hendaknya memperhatikan beberapa faktor berikut :
a. Perkembangan
anak sebagai pribadi. Pendidik hendaknya mengabdi kepada perkembangan anak, mengembangkan
seluruh pribadi anak, intelektualnya, emosinya, dan spiritualnya.
b. Pendidik
memberi kesempatan pada anak untuk berinisiatif, anak melakukan kegiatan atas inisiatif
sendiri. Anak harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk melatih diri
bersikap patuh sehingga kepatuhan anak terhadap peraturan akan didasarkan atas
pertimbangan nuraninya sendiri, tidak karena paksaan atau pengaruh orang lain.
c. Kewibawaan
dilaksanakan atas dasar kasih sayang pada anak. Pendidik berbuat sesuatu demi
kepentingan anak didik, mengabdi kepada anak didik, bukan untuk kepentingan
pendidik.
5.
Mengurangi
kewibawaan dalam pendidikan
Pendidik lama kelamaan harus mengurangi kewibawaannya,
hal ini berarti bahwa semakin lama anak harus diberi kesempatan untuk berdiri
sendiri. Pada akhirnya, bila anak sudah dewasa kewibawaan pendidik harus
dihilangkan sama sekali. Jika tidak demikian, justru dapat timbul konflik
antara pendidik dan anak didik, sebab anak yang sudah dewasa akan merasa
diinjak kedewasaannya. Kewibawaan pendidik pada suatu saat akan mengalami
masa-masa kritis. Agar kewibawaan yang dimiliki oleh pendidik tidak goyah,
tidak melemah, maka hendaknya pendidik itu selalu :
a. Bersedia
memberi alasan
Pendidik harus siap dengan alasan yang mudah diterima
anak, penjelasan hendaknya singkat dan dapat diterima anak dengan jelas,
menggunakan bahasa yang sesuai perkembangan anak. Dengan adanya kejelasan ini,
akan mebuat anak didik menerima semuanya penuh dengan kerelaan dan kesadaran.
b. Bersikap
demi kamu (you attitude)
Pendidik selalu harus menunjukkan sikap demi kamu.
Sikap ini tidak perlu ditonjolkan, tetapi harus dengan jelas nampak kepada anak
atau mudah diketahui oleh anak. Pendidik menasehati, melarang, memerintah
berbuat itu semua demi anak didik sendiri bukan kepentingan pendidik.
c. Bersikap
sabar
Pendidik harus selalu bersikap sabar, memberi tenggang
waktu kepada anak didik untuk mau menerima perintah dan nasihat yang diberikan
oleh pendidik. Mungkin pendidik harus memberikan nasihatnya berkali-kali kepada
seorang anak, pendidik dituntut kesabarannya sungguh-sungguh, tidak boleh lekas
putus asa.
d. Bersikap
memberi kebebasan
Semakin bertambah umur anak didik, pendidik hendaknya
semakin member kebebasan, memberi kesempatan kepada anak didik agar belajar
berdiri sendiri, belajar bertanggung jawab dan belajar mengambil keputusan,
sehingga pada akhirnya anak tidak lagi memerlukan nasihat dalam kewibawaan
melainkan anak diberi kebebasan untuk memilih mana yang paling baik sesuai
dengan pilihan hati nuraninya. Ketika anak dewasa maka pada saat itulah
kewibawaan pendidik berakhir.
C.
Tanggung
Jawab
Diantara makhluk yang ada, manusia mempunyai sebuah
kewajiban khusus, yaitu kelayakan menerima kewajiban, sedangkan makhluk lain
tidak meiliki kelayakan ini. Benda mati dan tumbuhan tidak mempunyai ilmu,
pemahaman dan kehendak, dan mereka tidak memiliki kelayakan untuk menerima
kewajiban dan tidak mempunyai tanggung jawab terhadap perbuatannya. Manusia adalah
makhluk yang mempunyai tanggung jawab dan kewajiban.
1.
Pengertian
tanggung jawab
Dalam pergaulan sehari-hari, bertanggung jawab pada
umumnya diartikan sebagai “berani menanggung risiko dari suatu perbuatan atau
tindakan yang dilakukan atau sering pula diartikan sebagai berani mengakui
suatu perbuatan atau tindakan yang telah dilakukan. Bertanggung jawab dimakusdkan
sebagai suatu keadaan dimana semua tindakan atau perbuatan atau sikap merupakan
penjelmaan dari nilai-nilai moral serta nilai-nilai luhur kesusilaan dan atau
keagamaan. Bertanggung jawab berarti berada dalam tatanan norma, nilai
kesusilaan, dan agama, dan tidak di luarnya. Segala tindakan, perbuatan atau
sikap yang berada di luar bidang nilai atau norma kesusilaan dan agama tidak
dapat dipertanggung jawabkan.
Perbuatan atau tindakan seseorang yang melempar kaca
tetangganya sehingga pecah berantakan bukanlah perbuatan atau tindakan sebagai
penjelmaan tanggung jawab karena orang yang bertanggung jawab tidak akan
melakukan tindakan, perbuatan, atau sikap bertentangan atau melanggar
nilai-nilai susila maupun agama.
2.
Tindakan
yang berkaitan dengan bertanggung jawab
Berikut adalah tindakan yang
bertanggung jawab khususnya di sekolah :
Ada
seorang guru sekolah dasar setiap pagi selalu datang setengah jam sebelum
pembelajaran di sekolah dimulai. Hal tersebut selalu dilakukan, baik pada hari
hujan maupun tidak. Waktu pulang ia selalu yang terakhir, sebab setelah lonceng
tanda sekolah selesai berbunyi dan murid-muridnya pulang, guru ini terlebih
dahulu memeriksa kelasnya secara detail. Dalam memberikan nilai untuk
menentukan taraf prestasi murd-muridnya, ia tidak melakukannya hanya menebak
saja. Semua persiapan dan pengisian buku administrasi kelas lainnya dikerjakan
dengan teliti dan benar. Guru semacam ini merupakan contoh dari manusia yang
sudah bertanggung jawab.
Selanjutnya adapula kehidupan seorang guru yang belum
dapat memikul tanggung jawab sebagai berikut : Guru datang ke sekolah semaunya,
lebih sering datang terlambat setelah pembelajaran sekolah dimulai. Mengajar
tanpa menggunakan persiapan bahkan sering pulang sebelum sekolah usai dengan
berbagai alasan yang disampaikannya kepada kepala sekolah. Untuk menunjukkan
bahwa ia memperhatikan anak muridnya, ia mengadakan les pada jam-jam tertentu
dengan bayaran tertentu. Jika keesokan harinya akan diadakan ulangan, maka
sebelumnya diajarkan semua soal yang akan diulangkan kepada murid-murid yang
mengikuti pelajaran tambahan saja, sehingga pada waktu ulangan, murid-murid
yang mengikuti pelajaran tambahan memperoleh nilai baik.
Seharusnya di kelas, seorang guru harus seorang yang
bertanggung jawab. Seorang guru harus bertanggung jawab terhadap tugasnya
sebagai guru, yaitu mendidik dan mengajar anak-anak yang telah dipercayakan
orang tua anak kepadanya. Karena itu guru yang bertanggung jawab senantiasa
akan berbuat dan bertindak tidak keluar dari Undang-Undang No 14 Tahun 2005
tentang guru dan dosen yang merupakan landasan moral bagi guru.
3.
Tanggung
jawab dalam pendidikan
Dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan
nasional disebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Di sekolah, guru merupakan
pendidik yang paling bertanggung jawab dalam membimbing anak didik untuk
mencapai tujuan pendidikan. Guru bertanggung jawab agar anak menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Begitu juga di tangan
gurulah anak didiknya diharapkan akan menjadi warga Negara yang demokratis dan
bertanggung jawab. Bagian akhir dari tujuan pendidikan nasional adalah warga
Negara yang bertanggung jawab. Dalam melaksanakan tanggung jawabnya, manusia
dapat dilihat dari dua aspek yaitu :
a.
Manusia
sebagai makhluk Tuhan
Manusia sebagai makhluk Tuhan berkewajiban untuk
melaksanakan segala perintahnya dan segala larangannya. Dalam ajaran Islam ada
tiga inti ajaran Islam yaitu : Iman, Islam dan Ihsan. Dalam hal ini Allah telah
memberi petunjuk melalui Al Quran dan sunnah, bagaimana manusia harus beriman
(iman), bagaimana manusia harus menjalankan syariat islam (rukun islam) dan
bagaimana manusia harus berbuat baik kepada sesama manusia maupun berbuat baik
kepada sesama makhluk lainnya serta berbuat baik kepada alam dan lingkungannya.
Menurut akal dan agama, manusia wajib mengenal dan
mengetahui pencipta alam, yang merupakan pemilik dan pemberi kenikmatan kepada
seluruh makhluk dan tunduk serta beribadah kepada-Nya. Seorang mukmin mempunyai
tujuh kewajiban yang harus dilaksanakan atas orang mukmin lainnya dan jika
salah satu dari kewajiban tersebut diabaikan maka dia keluar dari kepemimpinan
Allah. Ketujuh kewajiban tersebut adalah :
1) Apa
yang engkau sukai untuk dirimu, maka engkau juga harus sukai bagi saudaramu dan
apa yang engkau benci untuk dirimu, maka engkau juga harus benci untuknya.
2) Engkau
harus membantunya dengan diri, harta, lidah, tangan dan kakimu.
3) Mengikuti
keinginannya, menghindari kemarahannya dan menuruti perintahnya.
4) Menjadi
mata, petunjuk dan cermin baginya.
5) Jangan
engkau kenyang sementara dia kelaparan atau kehausan dan jangan engkau
berpakaian sementara dia telanjang.
6) Jika
kamu punya pembantu, sementara dia tidak maka kamu kirim pembantumu supaya
mencucikan pakaiannya, memasakkan makanannya, dan menghamparkan permadaninya.
7) Membenarkan
kesaksiannya, memenuhi undangannya, menjenguknya manakala sakit dan mengurusi
jenazahnya.
Pendidik sebagai makhluk Tuhan dalam hidup dan
kehidupannya senantiasa harus tunduk dan taat untuk melaksanakan aturan-aturan
Tuhan tersebut.
b.
Manusia
dalam hubungannya dengan sesama manusia dan alam
Manusia mempunyai
kecenderungan kepada masyarakat dan kehidupan social. Berbagai aktvitas manusia
memiliki esensi social dan oleh karena
itu mau tidak mau, mereka harus membagi pekerjaan diantara mereka. Berkaitan
dengan hak dan kewajiban, tercermin berbagai tanggung jawab manusia seperti :
1)
Tanggung jawab manusia terhadap keluarga
Allah swt
berfirman di dalam Al quran, wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu
dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan baku
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai
Allah terhadap apa-apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan. Rasulullah Saw telah bersabda, “ sebaik-baiknya
kamu adalah orang yang paling baik terhadap keluarganya dan aku adalah orang
yang paling baik terhadap keluarganya.”
2)
Tanggung jawab terhadap sanak-kerabat
Rasulullah saw
bersabda, “ aku berpesan kepada umatku baik yang hadir maupun yang tidak hadir,
maupun yang kini mereka masih berada dalam tulang sulbi ayah atau rahim ibu mereka
hingga hari kiamat, hendaklah mereka menjalin silaturahmi dengan sanak kerabat
mereka karena silaturahmi merupakan bagian dari agama.
3)
Tanggung jawab terhadap tetangga
Rasulullah saw
bersabda, “siapa yang menghianati tetangganya meskipun hanya sejengkal tanah
maka Allah akan jadikan tanah itu hingga tingkat ketujuh sebagai tali pelana di
lehernya hingga Allah menghinakannya pada hati kiamat, kecuali jika dia
bertobat. Siapa saja yang menyakiti tetangganya maka Allah haramkan wangi surga
baginya dan tempatnya adalah neraka Jahanam dan itulah seburuk-buruknya tempat.
4)
Tanggung jawab terhadap Ayah dan Ibu
Allah swt telah
berfirman di dalam Al Quran, “ dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkaataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka
dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu
terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang ucapkanlah wahai tuhanku
kasihilah mereka keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu
kecil (QS Al-Isra 23-24).
5)
Tanggung jawab terhadap anak
Kebaikan dan
keburukan anak di dunia ini akan dikaitkan dengan orang tuanya. Engkau juga
berkewajiban membantunya dalam masalah akhlak yang baik, mengenal Allah dan
ketaatan kepada Nya. Maka berkenaan dengan anak hendaklah engkau seperti orang
yang yakin akan mendapat pahala jika berbuat kebajikan kepadanya dan mendapat
siksa jika berbuat jelek kepadanya.
6)
Tanggung jawab manusia terhadap alam
Manusia
ditakdirkan oleh Allah sebagai khalifah di muka bumi. Sebagai khalifah manusia
harus mampu mengelola alam, khususnya bumi dimana manusia tinggal. Allah swt
telah menciptakan langit dan bumi dan segala sesuatu yang ada padanya, seperti
gunung, sungai, berbagai macam bahan tambang dan benda logam, berbagai jenis
pohon dan tumbuhan serta berbagai jenis binatang daratan maupun lautan baik
yang jinak maupun buas, untuk dimanfaatkan oleh manusia. Hal tersebut merupakan
tanggung jawab besar pada pundak manusia. Oleh karena itu, manusia harus
menghargai segala nikmat Allah dan menggunakannya pada tempatnya. Manusia harus
menganggap barang tambang berharga itu sebagai nikmat dari Allah. Seandainya
manusia tidak memeliharanya, tidak menjaga keseimbangan sistem lingkungan, akan
timbul bencana bagi kehidupan manusia itu sendiri dan segala bencana itu
merupakan peringatan dari Allah kepada manusia. Hal tersebut telah dinyatakan
dalam Al Quran (Ar Rum : 41) : telah lahir bencana di darat dan di laut, karena
usaha tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari
balasan perbuatan yang mereka perbuat, mudah-mudahan mereka kembali
(bertaubat).