TERJERAT
Dalang : Ya, drama yang berjudul “Terjerat”, yang akan berkisah kepada kita
tentang betapa luas dan agungnya kasih sayang seorang ibu pada anak-anaknya.
Sayangnya, kita sebagai anak-anaknya sering lupa. Kita sebagai anak-anaknya
sering mengabaikan nasehat-nasehatnya.
Bukankah ada pula kearifan lokal kita yang berbicara tentang kasih Ibu? Ya, ya, ya, kearifan lokal itu berujar bahwa, “Kasih Ibu Sepanjang Jalan, Kasih Anak Sepanjang Penggalah”.
Hadirin yang terhormat, mari kita bersama-sama menyaksikan pergelaran drama dengan judul, “TERJERAT”
Selamat menyaksikan!
Bukankah ada pula kearifan lokal kita yang berbicara tentang kasih Ibu? Ya, ya, ya, kearifan lokal itu berujar bahwa, “Kasih Ibu Sepanjang Jalan, Kasih Anak Sepanjang Penggalah”.
Hadirin yang terhormat, mari kita bersama-sama menyaksikan pergelaran drama dengan judul, “TERJERAT”
Selamat menyaksikan!
(Di panggung nampak sebuah kursi, sebuah meja dengan taplak yang agak tua serta sebuah pot bunga kecil)
(Masuk Ibu Fatimah dengan syal melilit di lehernya)
Ibu : (Batuk-batuk) Ya Allah kenapa
sakit saya ini tak kunjung sembuh…. Ika,
Ika, oh, kemana
si bungsu itu? (memegang kursi).
(Dari luar terdengar pintu diketuk)
Ika : Assalamu’
alaikum
Ibu : Wa’alaikum salam (Ika mencium tangan ibunya) Sudah pulang, Nak?
Ika : Iya, Bu (memandang wajah ibunya)
ibu : Kamu tadi belajar apa di surau?
Ika : Oh, ya. Tadi belajar tentang kewajiban berbakti kepada orang tua. Apapun yang diperintahkan oleh orang tua mesti dituruti, sepanjang itu bukan keburukan dan dosa syirik.
Ibu : Wa’alaikum salam (Ika mencium tangan ibunya) Sudah pulang, Nak?
Ika : Iya, Bu (memandang wajah ibunya)
ibu : Kamu tadi belajar apa di surau?
Ika : Oh, ya. Tadi belajar tentang kewajiban berbakti kepada orang tua. Apapun yang diperintahkan oleh orang tua mesti dituruti, sepanjang itu bukan keburukan dan dosa syirik.
Ibu :
(tersenyum) Ya bguslah nak, berbaktilah kepada ibu dan ayah kita. Ibu kita
yang harus selalu dijunjung, Ayah kita yang mesti selalu
dipuja. Bukannya gunung dan lautan.
ibu : Oh, ya, kakak-kakakmu kemana, Ika?
Ika : Tidak tahu, Bu. Tapi tadi siang Ika melihat Kak Irfand dan Kak Evi sedang bersama teman-temannya di……. (diam)
Ibu : Di mana, Ika? Setiap pulang sekolah mereka selalu langsung pergi lama sekali
Ika : Anu, Bu, di….
Ibu : Di mana? (memandang tajam)
Ika : Kak evi pesan jangan bilang-bilang sama Ibu
ibu : Oh, ya, kakak-kakakmu kemana, Ika?
Ika : Tidak tahu, Bu. Tapi tadi siang Ika melihat Kak Irfand dan Kak Evi sedang bersama teman-temannya di……. (diam)
Ibu : Di mana, Ika? Setiap pulang sekolah mereka selalu langsung pergi lama sekali
Ika : Anu, Bu, di….
Ibu : Di mana? (memandang tajam)
Ika : Kak evi pesan jangan bilang-bilang sama Ibu
Ibu : Hm, di
mana mereka, Ika? Sudah
malam begini, hm?
Ika : Di rumah Kak Eka, Bu
Ibu : Eka, Eka yang di ujung jalan itu?
Ika : Betul, Bu
Ibu : (menghela nafas) Sudah berulang kali Ibu larang pergi dan bergaul dengan anak itu….
Ika : Ibu sebaiknya beristirahat saja, Bu, sudah malam. Nanti kak Irfand dan Kak evi juga pulang
Ibu : Biar Ibu di sini saja, Ika (batuk-batuk) Biar Ibu tunggu
Ika : Nanti sakit Ibu tambah parah, Bu
Ibu : Nggak apa-apa, nggak apa-apa , Ika (batuk-batuk)
Ika : Tuh, ‘kan Ibu batuk-batuk terus (mengambilkan baju hangat)
Kalau Ibu di sini terus, Ibu nggak sayang kami
Ibu : (tersenyum) Kamu pandai benar membujuk Ibumu, Ika (berdiri) Kamu pandai merayu, seperti almarhum ayahmu
Ika : Ibu sudah minum obatnya untuk malam ini?
Ibu : Sudah
Ika : Ya, Ika hanya mengingatkan saja, Bu, Ayo Bu, kita ke kamar Ibu
Ika : Di rumah Kak Eka, Bu
Ibu : Eka, Eka yang di ujung jalan itu?
Ika : Betul, Bu
Ibu : (menghela nafas) Sudah berulang kali Ibu larang pergi dan bergaul dengan anak itu….
Ika : Ibu sebaiknya beristirahat saja, Bu, sudah malam. Nanti kak Irfand dan Kak evi juga pulang
Ibu : Biar Ibu di sini saja, Ika (batuk-batuk) Biar Ibu tunggu
Ika : Nanti sakit Ibu tambah parah, Bu
Ibu : Nggak apa-apa, nggak apa-apa , Ika (batuk-batuk)
Ika : Tuh, ‘kan Ibu batuk-batuk terus (mengambilkan baju hangat)
Kalau Ibu di sini terus, Ibu nggak sayang kami
Ibu : (tersenyum) Kamu pandai benar membujuk Ibumu, Ika (berdiri) Kamu pandai merayu, seperti almarhum ayahmu
Ika : Ibu sudah minum obatnya untuk malam ini?
Ibu : Sudah
Ika : Ya, Ika hanya mengingatkan saja, Bu, Ayo Bu, kita ke kamar Ibu
(Keduanya memasuki kamar. Tidak lama kemudian muncul Evi dengan berjingkat-jingkat. Evi masuk dengan membawa dua tas. Masih berpakaian sekolah. Baru saja menaruh tas di atas meja, Ika keluar dari kamar Ibu. Evi segera merunduk berlindung dari pandangan Ika)
Ika : Inilah yang aku khawatirkan.
Sungguh tidak enak setiap kali harus berbohong pada Ibu kalau sudah bertanya soal
kakak-kakakku, Kak irfand dan Kak Evi.
Evi : (berbisik) Tapi kamu akan selalu
mendapat sebatang cokelat….
(sambil menunjukkan sebatang cokelat utuh)
Ika : Ups! Kak Evi!
Evi : Sst! Jangan berisik. Ibu sudah tidur?
Ika : Ibu menanyakan Kakak terus
Evi : Sudahlah, jangan banyak omong. Bilang saja nggak usah khawatir. Kak Evi sama Kak Irfand baik-baik saja
(sambil menunjukkan sebatang cokelat utuh)
Ika : Ups! Kak Evi!
Evi : Sst! Jangan berisik. Ibu sudah tidur?
Ika : Ibu menanyakan Kakak terus
Evi : Sudahlah, jangan banyak omong. Bilang saja nggak usah khawatir. Kak Evi sama Kak Irfand baik-baik saja
(Ika mencoba mengejar ke arah Evi yang keluar. Lalu kembali duduk. Tangannya mengambil cokelat yang tergeletak diatas meja)
Dalang : Yok, kita lihat saja, sedang apa sih Evi dan Irfand itu yang katanya sedang belajar bersama? Ce-ileh, belajar bersama. (Kembali pada sikap berwibawanya).
Ada kalanya kota dianggap sebagai simbol kemajuan. Namun tidak jarang pula kota menjadi contoh yang menyuguhkan kerusakan dengan dalih gaya hidup. Kenakalan remaja, kini tak lagi menjadi fenomena kota-kota besar. Ia bahkan sangat, sangat dekat dengan kehidupan kita. Kenakalan remaja, menampilkan wajahnya dalam aneka rupa dan bentuk. Narkoba mengepung masa depan remaja kita.
Irfand : hei
Eka : Hei
juga, och ini yah adikmu
yang kita cerita kemarin.
Irfand : Ia.
Evi :Namaku
kiki
adeknya
irfand
(“Dengan perasaan gugup”)....
Eka : Sudah-sudah, kita nikmati aja
pestanya. Kamu punya barang .... ?
Irfand : Punya
donk, kita pake di mana ini barang .... ?
Eka : Di kamar depan aja.
“Lalu Eka mengajak Evi untuk ikut bergabung. Evi awalnya tidak mau untuk ikut-ikutan
tapi dalam keadaan sudah terdesak oleh paksaan Eka dan Irfand , Evi pun ikut memakai Narkoba tersebut. (Tiba-tiba pintu diketuk. Mereka saling pandang)
Ika : Kak Eka…. (mereka saling pandang. Eka kemudian
maju ke pintu)
Eka : Siapa? Ika? (lega) Ada apa malam-malam begini, Ika?
Ika : Saya mencari Kak Evi dan Kak Irfand, ada Kak?
Eka : Ada…. (menatap Ika) tapi kami akan pergi (menoleh ke arah irfand dan evi) Ini adikmu mencari
Evi : Ada apa, ika?
Ika : Ibu, Kak
Evi : Ada apa dengan Ibu?
Ika : Ibu sakit, menanyakan Kakak terus
Irfand : (Datang mendekat) Bilang ke Ibu, kita disini baik-baik saja, sedang belajar bersama
Eka : Iya, Kak Eka dan Kakak-kakak ika sedang belajar bersama
(Perhatian kembali ke Ika. Irfand dengan bersungut menyuruh Ika pulang)
Eka : Siapa? Ika? (lega) Ada apa malam-malam begini, Ika?
Ika : Saya mencari Kak Evi dan Kak Irfand, ada Kak?
Eka : Ada…. (menatap Ika) tapi kami akan pergi (menoleh ke arah irfand dan evi) Ini adikmu mencari
Evi : Ada apa, ika?
Ika : Ibu, Kak
Evi : Ada apa dengan Ibu?
Ika : Ibu sakit, menanyakan Kakak terus
Irfand : (Datang mendekat) Bilang ke Ibu, kita disini baik-baik saja, sedang belajar bersama
Eka : Iya, Kak Eka dan Kakak-kakak ika sedang belajar bersama
(Perhatian kembali ke Ika. Irfand dengan bersungut menyuruh Ika pulang)
Ika : Ibu sakit, Kak
Irfand : Ibu memang sakit, nggak usah khawatir
Evi : Iya, bilang Kak Irfand dan Kak Evi sedang belajar bersama dan mungkin menginap, Ibu nggak usah menunggu
Eka : (Mendesis) Ibu cerewet.…
Ika : Baiklah, kalau itu maunya Kakak, hanya saja Ibu kali ini gelisah sekali, Ibu sangat khawatir dengan Kakak berdua, kalau Kakak tidak mau pulang rasanya keterlaluan.… Ibu Sayang sekali sama Kakak, setiap hari Ibu menanyakan Kakak, takut ada apa-apa….
(Kakak beradik saling pandang)
Irfand : Kami baik-baik saja, tapi mungkin tidak pulang karena kami harus belajar
Ika : Baiklah, Kak, saya pulang, kalau Kakak bohong Allah Maha Kuasa dan Allah Maha Tahu….
(Ika keluar
panggung. Irfand dan Evi saling
pandang)
Evi : Aku ingin pulang. Firasatku nggak enak….
Eka : (menarik tangan Evi) Alah, sudah!
Evi : Aku ingin pulang. Firasatku nggak enak….
Eka : (menarik tangan Evi) Alah, sudah!
Selang
beberapa menit kemudian polisi pun datang menggerebek dan masuk di kamar. Tiba-tiba pintu diketuk dan mereka mengira yang datang itu adalah Ika lagi. Dan
ternyata yang datang adalah polisi. Mereka pun kaget.
Polisi : Hentikan, jangan bergerak! Kami
dari kepolisiaan akan membawa kalian.
“Mereka pun tertangkap dan di tahan di kantor
Polisi.
(tiba-tiba pintu diketuk, disusul terdengar salam yang
berwibawa)
Ika : Waalaikum salam, silahkan masuk..
Ibu : Ada apa bu?
Bu warga : Begini, Bu Ika, jangan
panik, ini namanya musibah dan musibah itu tanda bahwa
Allah masih menyayangi kita.
Ibu : Musibah? Apa maksud Pak Ustad?
Ibu : Musibah? Apa maksud Pak Ustad?
Bu warga : Evi dan Irfand… Putra putri Ibu….
Ibu : Ada apa
dengan anak saya ?
Bu warga : Saya baru mendapatkan kabar evi dan irfand di tangkap polisi.
Ibu : Astagfirullah! Anakku….
Bu warga : Saya baru mendapatkan kabar evi dan irfand di tangkap polisi.
Ibu : Astagfirullah! Anakku….
Bu warga : Menurut keterangan polisi, mereka tertangkap basah sedang mengonsumsi narkoba.
Ibu : Astagfirullah! Anakku (menangis terisak-isak, terjatuh)…. Anakku,
anakkuuuuuuu...........
Bu warga : Tenang Bu,
Ibu : Masya Allah!?
Bu warga : Saya
tahu, mendidik anak sekarang ini sangat sulit. Apalagi Ibu ini memiliki
tiga anak tanpa seorang ayah karena sudah meninggal mendahului
kita. Anak-anak membutuhkan perhatian seiring dengan perkembangan
usia mereka.
Ibu : (Tergagap) Saya, saya….
Bu warga : (Memotong)
Tidak perlu diungkapkan, Bu, saya sudah mengerti.
Ibu : Tidak. Jika maksud ibu adalah karena kelemahan saya dalam membesarkan mereka sebagai anak-anak saya, rasanya saya masih sanggup, walaupun dalam kondisi begini (batuk-batuk).
Ibu : Tidak. Jika maksud ibu adalah karena kelemahan saya dalam membesarkan mereka sebagai anak-anak saya, rasanya saya masih sanggup, walaupun dalam kondisi begini (batuk-batuk).
Bu warga : Jangan
salah mengerti, Bu . Bagi saya, ini adalah salah satu cara yang terpikirkan untuk menolong Ibu dan
anak-anak. (Menarik napas berat)
5
hari kemudian mereka akhirnya di sidang.”
Hakim :
Dengan bukti yang ada dalam kasus pengedaran dan pemakai obat-obat terlarang, dengan ini
saudari evi dan irfand
di jatuhi hukuman 8 tahun penjara.... Tuk ....Tuk ....Tuk.
“Tiba-tiba bu warga dan bu ervi datang dan langsung masuk di
ruang persidangan.
Ibu : Tidak .... Itu tidak
mungkin bu hakim, anak saya tidak mungkin melakukan semua ini.”Sambil memeluk Ika dan menangis.”
Polisi : Maaf bu’ kami terpaksa
membawa anak ibu karena telah terbukti melakukan suatu
kesalahan.
Irfand
:
Ibu .... maafkan aku ini semua salahku karena tidak mendengar kata-kata ibu .“sambil menangis”
Evi ;
evi juga bu,,,,evi minta maaf.
Ibu
: Aku kecewa, aku tidak sudi punya anak seperti kamu
“Marah”....
Irfand : bu , aku menyesal Bu tolong maafkan aku.
“Polisi
pun menarik Irfand dan evi
yang sedang sujud di kaki ibunya.
Ibu ervi
sangat terpukul akan kejadian ini dan tidak rela melepaskan tangan anaknya. Dan
polisi pun membawa ke tiga tersangka tersebut.Kemudian pada akhirnya, ibu
ervi pun menghembuskan nafas terakhirnya.
INTERMEZO
“ Kubuka album biru
Penuh debu dan usang
Kupandangi semua gambar diri
Kecil bersih belum ternoda
Pikirku pun melayang
Dahulu penuh kasih
Teringat semua cerita orang
Tentang riwayatku
Kata mereka diriku selalu dimanja
Kata mereka diriku selalu ditimang
Nada- nada yang indah
Selalu terurai darinya
Tangisan nakal dari bibirku
Ta’kan jadi deritanya
Tangan halus dan suci
Telah mengangkat tubuh ini
Jiwa raga dan seluruh hidup
Telah dia berikan
Kata mereka diriku selalu dimanja
Kata mereka diriku selalu ditimang
Oh Bunda ada dan tiada dirimu
Kau selalu ada di hatiku…”
Penuh debu dan usang
Kupandangi semua gambar diri
Kecil bersih belum ternoda
Pikirku pun melayang
Dahulu penuh kasih
Teringat semua cerita orang
Tentang riwayatku
Kata mereka diriku selalu dimanja
Kata mereka diriku selalu ditimang
Nada- nada yang indah
Selalu terurai darinya
Tangisan nakal dari bibirku
Ta’kan jadi deritanya
Tangan halus dan suci
Telah mengangkat tubuh ini
Jiwa raga dan seluruh hidup
Telah dia berikan
Kata mereka diriku selalu dimanja
Kata mereka diriku selalu ditimang
Oh Bunda ada dan tiada dirimu
Kau selalu ada di hatiku…”
Para penonton sekalian, akhirnya kita sampai pada bagian terakhir dari drama kita siang ini. Ada kalanya kita yang masih punya waktu untuk merenungkan apa yang sudah kita lakukan untuk Ibu kita tercinta. Mumpung kita masih punya waktu dan kesempatan. Menghiburnya, membahagiakannya. Percayalah kesempatan dan waktu seperti itu amat sangat mahal. Walaupun kita tak akan sanggup untuk berbakti. Pada akhirnya ibu adalah segalanya bagi kita.
Di negeri kita memang belum ada perlombaan untuk sepenuh-penuhnya berbakti kepada orang tua, untuk kemudian mendapatkan piala laksana kontes. Tetapi paling tidak, kita siang ini sedikitnya tercerahkan, bahwa ada yang penting dan agung dalam hidup kita, sesuatu yang mungkin terabaikan. Yakni berbakti. Berbakti.
Sekian dan terima kasih J
T A M A T