Friday, September 7, 2018

PROGRAM INDONESIA PINTAR MELALUI KARTU INDONESIA PINTAR



ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI INDONESIA
PROGRAM INDONESIA PINTAR MELALUI KARTU INDONESIA PINTAR

oleh : Semata Wayang 
Ø  Judul
Kebijakan Pemerintah tentang Implementasi Kartu Indonesia Pintar bagi Peserta Didik Kurang Mampu
Ø  Pendahuluan
Kebijakan pendidikan merupakan suatu hal yang pokok untuk menentukan arah dan pedoman dalam penyelenggaraan pendidikan dalam suatu negara. Penyelenggaraan pendidikan di setiap lembaga pendidikan tidak akan pernah lepas dari suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan dalam negara tempat lembaga pendidikan itu ada. Pengertian kebijakan menurut Noeng Muhadjir, 1993: 15 bahwa kebijakan merupakan upaya memecahkan problem sosial bagi kepentingan masyarakat atas asas keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa kebijakan merupakan petunjuk dan batasan secara umum yang menjadi arah dari tindakan yang dilakukan dan aturan yang harus diikuti oleh para pelaku dan pelaksana kebijakan karena sangat penting bagi pengolahan dalam mengambil keputusan atas perencanaan yang telah dibuat dan disepakati bersama.
Istilah kebijakan dalam dunia pendidikan sering disebut dengan istilah perencanaan pendidikan (educational planning). Menurut Riant Nugroho, 2008:37 bahwa kebijakan pendidikan adalah bagian dari kebijakan publik, yaitu kebijakan publik di bidang pendidikan. Dengan demikian, kebijakan pendidikan harus sebangun dengan kebijakan publik dimana konteks kebijakan publik secara umum, yaitu kebijakan pembangunan, maka kebijakan pendidikan merupakan bagian dari kebijakan publik. Analisis kebijakan merupakan suatu prosedur berpikir yang sudah lama dikenal dan dilakukan dalam sejarah manusia, paling tidak sejak manusia mampu melahirkan dan memelihara pengetahuan dalam kaitannya dengan tindakan. Patton mengemukakan bahwa analisis kebijakan adalah suatu rangkaian proses dalam menghasilkan kebijakan. Jadi analisis kebijakan pendidikan merupakan cara memecahkan masalah yang ada dalam kebijakan-kebijakan tentang pendidikan menggunakan pemahaman yang dimiliki oleh manusia itu sendiri. Setiap kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan akan berdampak pada pengambilan keputusan oleh para pembuat kebijakan dalam bidang pendidikan, baik di tingkat nasional maupun daerah dan tingkat satuan pendidikan. Pada praktiknya, setiap kebijakan mengandung multi tujuan yaitu untuk menjadikan kebijakan itu sebagai kebijakan yang adil dan seimbang dalam mendorong kemajuan kehidupan bersama.
Ø  Deskripsi Kebijakan Implementasi Kartu Indonesia Pintar
A.    Kartu Indonesia Pintar
Program Kartu Indonesia Pintar (KIP) merupakan pemberian bantuan tunai pendidikan kepada anak usia sekolah yang berasal dari keluarga kurang mampu, yang merupakan bagian dari penyempurnaan Program Bantuan Siswa Miskin (BSM). Program bantuan pendidikan melalui Program Indonesia Pintar ditandai dengan pemberian Kartu Indonesia Pintar (KIP) kepada siswa/anak usia sekolah yang berasal dari keluarga kurang mampu. Kartu Indonesia Pintar (KIP) diberikan sebagai penanda/identitas untuk menjamin dan memastikan seluruh anak usia sekolah dari keluarga kurang mampu terdaftar sebagai penerima bantuan, melalui jalur pendidikan formal mulai SD/MI hingga lulusan SMA/MA.
Banyak pihak, terutama orang awam sering bertanya tentang perbedaan BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dengan KIP. BOS, sesuai namanya, merupakan bantuan bagi kelancaran operasional sekolah. BOS ditujukan kepada lembaga (sekolah) yang diberikan kepada semua sedangkan Program Indonesia Pintar melalui KIP merupakan pemberian bantuan tunai kepada seluruh anak usia sekolah (6-21) yang berasal dari keluarga miskin dan rentan atau anak yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Program ini penyempurnaan program Bantuan Siswa Miskin (BSM) yang diberikan sejak akhir 2014. Pesan inti yang ingin disampaikan melalui KIP ini ialah menghindarkan anak meninggalkan sekolah akibat tidak memiliki biaya. Adapun mereka yang sudah telanjur meninggalkan sekolah dapat kembali ke sekolah. Tidak ada alasan ekonomi lagi mereka tidak bersekolah sebab kebutuhan bayaran sekolah dicukupi dana BOS, sedangkan kebutuhan dana personal dicukupi KIP. KIP dimaksudkan mendukung penuntasan Program Wajib Belajar Sembilan Tahun dan Pendidikan Menengah Universal (Wajib Belajar 12 Tahun).
B.     Tujuan dan Manfaat Program KIP
Program KIP bertujuan menghilangkan hambatan anak usia sekolah secara ekonomi untuk berpartisipasi di sekolah, sehingga mereka memperoleh akses pelayanan pendidikan yang lebih baik, mencegah murid mengalami putus sekolah, serta mendorong anak yang putus sekolah untuk kembali bersekolah. Program Indonesia Pintar adalah salah satu program nasional yang penyelenggaraannya dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Agama (Kemenag) yang tercantum dalam (RPJMN 2015-2019) yang bertujuan untuk:
1.      Meningkatkan angka partisipasi pendidikan dasar dan menengah.
2.      Meningkatkan angka keberlanjutan pendidikan yang ditandai dengan menurunnya angka putus sekolah.
3.      Menurunnya kesenjangan partisipasi pendidikan antar kelompok masyarakat, terutama antara penduduk kaya dan penduduk miskin, antara penduduk laki-laki dan penduduk perempuan, antara wilayah perkotaan dan perdesaan dan antar daerah.
4.      Meningkatkan kesiapan siswa pendidikan menengah untuk memasuki pasar kerja atau melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi.
Adapun manfaat Kartu Indonesia Pintar (KIP) yaitu :
1.      Kartu Indonesia Pintar (KIP) juga mencakup anak usia sekolah yang tidak berada di sekolah seperti Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) seperti anak-anak di Panti Asuhan/Sosial, anak jalanan, dan pekerja anak dan difabel. KIP juga berlaku di Pondok Pesantren, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat dan Lembaga Kursus dan Pelatihan yang ditentukan oleh Pemerintah. 
2.      Kartu Indonesia Pintar (KIP) dapat mendorong agar anak usia sekolah yang tidak lagi terdaftar di satuan pendidikan dapat kembali bersekolah.
3.      Kartu Indonesia Pintar (KIP) dapat menjamin keberlanjutan bantuan antar jenjang pendidikan sampai tingkat SMA/SMK/MA.
Program Indonesia Pintar adalah merupakan pemberian bantuan tunai pendidikan kepada seluruh anak usia sekolah (6-21 tahun) atau yang berasal dari keluarga miskin dan rentan (misalnya dari keluarga/rumah tangga pemegang Kartu Keluarga Sejahtera/KKS) atau anak yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
C.    Kriteria Siswa Penerima KIP
KIP diberikan kepada anak usia sekolah (6-21 tahun) sebanyak 20,3 juta anak yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu :
1.   Penerima BSM dari keluarga pemegang KPS yang telah ditetapkan dalam SP2D 2014.
2.   Anak usia sekolah (6-21 tahun) dari keluarga pemegang KPS/KKS yang belum ditetapkan sebagai Penerima bantuan BSM.
3.   Anak usia sekolah (6-21 tahun) dari Peserta Program Keluarga Harapan (PKH).
4.   Anak usia sekolah (6-21 tahun) yang tinggal di Panti Asuhan/Sosial.
5.   Anak/santri usia 6-21 tahun dari Pondok Pesantren yang memiliki KPS/KKS (khusus untuk BSM Madrasah) melalui jalur usulan Madrasah.
6.   Siswa Anak usia sekolah (6-21 tahun) yang terancam putus sekolah karena kesulitan ekonomi dan/atau korban musibah berkepanjangan/ bencana alam.
7.   Anak usia sekolah (6-21 tahun) yang belum atau tidak lagi bersekolah yang datanya telah direkapitulasi pada Semester 2 (TA) 2014/2015.
 Besaran dana KIP itu untuk SD/MI/diniyah formal ulya/SDTK, pondok pesantren, dan kejar paket A/PPS Wajar pendidikan dasar ulya sebesar Rp 225 ribu. SMP/MTs/diniyah formal wustha/SMPTK, pondok pesantren, kejar paket B/PPS Wajar dikdas wustha sebesar Rp 375 ribu. Untuk tingkat SMA/SMK/MA/diniyah formal ulya/muadalah/SMTK/SMAK, pondok pesantren, dan kejar paket C/PMU ulya/lembaga pelatihan/kursus sebesar Rp 500 ribu. Namun, pada 2017 ini jumlahnya naik menjadi Rp 400 ribu untuk tingkat SD/MI, Rp 500 ribu untuk tingkat SMP/MTs, dan Rp 700 ribu bagi tingkat SMA/SMK/MA.
D.    Keunggulan Program KIP
Menurut mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anis Baswedan mnegatakan bahwa program yang digagas oleh Presiden Jokowi ini memiliki keungulan dibanding program pemberian bantuan sebelumnya yaitu dengan Kartu Indonesia Pintar yang miskin dan rentan miskin dapat dijangkau, selain itu KIP juga mempunyai metode yang berbeda. Program ini akan membuat institusi sekolah mengajak anak-anak yang putus sekolah (atau belum sekolah) agar dapat bersekolah sedangkan BSM hanya menjangkau anak yang di sekolah, bukan yang tidak di luar sekolah.
Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, Hamid Muhammad menegaskan bahwa KIP bisa dipakai sebagai alat pembayaran transaksi jual beli di beberapa toko yang telah bekerja sama dengan pemerintah. Siswa pemegang KIP dapat langsung mendapatkan dan menggunakan dana tanpa harus difasilitasi pihak sekolah. Tidak seperti biasanya, untuk mencairkan dana KIP perlu berkoordinasi dengan sekolah dan dinas pendidikan namun saat ini pencairan dana langsung disalurkan ke rekening bank siswa. Kehadiran KIP ini mempermudah dan mengefisienkan siswa mencairkan uang.
Perlu diketahui, dana pencairan KIP terbagi dua. Setengahnya bisa langsung cair dalam bentuk uang tunai, sementara separuhnya hanya bisa dipakai secara non tunai untuk belanja keperluan sekolah. Penggunaan KIP elektronik ini ialah melalui mesin EDC. Dengan adanya KIP, permasalahan akurasi data dan pemanfaatan dana bisa terselesaikan. Siswa juga belajar mengelola keuangan. Adanya KIP ini, penggunanya tidak lagi bisa sembarangan, karena model kerjanya sudah kerjasama dengan pihak bank sehingga pembelanjaannya tidak bisa semaunya. Telah ada skema tentang seberapa besar dana untuk belanja buku, peralatan sekolah, dan lain sebagainya.
Ø  Implementasi KIP
Pada 2015 jumlah penerima KIP mencapai 20,37 juta, terdiri atas murid di lingkungan Kemendikbud 17,92 juta dan Kemenag 2,45 juta dengan total anggaran mencapai Rp12,81 triliun. Pada 2016 jumlah penerima KIP mencapai 19,54 juta, terdiri atas anak di bawah Kemendikbud 17,92 juta dan di bawah Kemenag 1,62 juta, dengan total anggaran Rp11,56 triliun. Besaran dana yang dilakokasikan untuk KIP ini hampir sama dengan dana BOS. Mereka yang mendapat KIP ini akan diberikan dana tunai dari pemerintah secara reguler yang tersimpan dalam fungsi kartu KIP untuk bersekolah secara gratis tanpa biaya. Program KIP sendiri akan ditujukan pada 15,5 juta keluarga kurang mampu di seluruh Indonesia  yang memiliki anak usia sekolah 6 hingga 21 tahun baik yang telah terdaftar maupun yang belum terdaftar di sekolah maupun madrasah. Dengan program KIP ini diharapkan angka putus sekolah bisa turun dengan drastis.
Namun, fenomena yang terjadi salah satunya adalah masih terdapat siswa yang berasal dari keluarga mampu terdaftar sebagai penerima dana KIP serta masih adanya siswa yang tergolong tidak mampu tidak terdaftar sebagai penerima dana KIP. Padahal seharusnya pemerintah meluncurkan program ini adalah diperuntukkan bagi siswa yang berasal dari keluarga miskin agar mendapat kesempatan pendidikan yang sama. Fungsi dari dana KIP adalah pembelian buku dan alat tulis sekolah, pembelian pakaian/seragam dan alat perlengkapan sekolah (tas, sepatu, dll), biaya transportasi ke sekolah, uang saku siswa/ iuran bulanan siswa, biaya kursus/les tambahan, keperluan lain yang berkaitan dengan kebutuhan pendidikan di sekolah/madrasah. Masalah lain yang terjadi adalah sulitnya pengawasan yang dilakukan, hal ini dikarenakan mekanisme penyaluran dana yang langsung ditransfer ke rekening siswa. Dana tersebut yang mengelola adalah orang tua siswa dan pihak sekolah hanya sebagai implementor sulit mengawasi penggunaan dana tersebut. Pada saat penerimaan dana KIP orang tua siswa tidak dapat mengelolanya dengan baik sehingga, dana KIP menjadi tidak tepat sasaran karena digunakan untuk keperluan pribadi bukan sebagai keperluan pendidikan.

-          Faktor pendukung
Informasi dari pihak dinas secara rutin ke sekolah dan secara online, Dapodik digunakan pemerintah sebagai salah satu indikator penentuan sasaran penerima KIP, adanya rasa saling percaya antara pihak sekolah dengan siswa beserta orang tua terhadap penggunaan dana KIP, siswa menjadi lebih aktif karena peralatan sekolah dapat terpenuhi.
-          Faktor penghambat
Evaluasi program KIP yang dilaksanakan pada setiap periode program menyebabkan terjadinya perubahan khusunya pada mekanismenya, penyelewengan dana KIP, kesulitan mengumpulkan kuitansi atau bukti penggunaan dana KIP.

Ø  Analisis Permasalahan tentang Kebijakan Program KIP
Permasalahan data dan penyaluran
Secara konseptual, Program Indonesia Pintar melalui KIP ini sebetulnya cukup jelas, termasuk sasaran penerimanya. Namun, pada tingkat implementasinya cukup problematik, baik menyangkut validitas data yang dipakai sebagai dasar pemberian KIP maupun metode penyalurannya. Pertama, masalah data yang dipakai berasal dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), yang surveinya mungkin pada 2011 sehingga data yang tersaji kedaluwarsa dan profil murid maupun orangtua banyak yang berubah. Tidak aneh bila ada murid SMK yang sudah lulus justru mendapatkan KIP. Persoalan akurasi data itu pula yang menyebabkan penyaluran KIP pada masa Mendikbud Anies Baswedan (sampai 27 Juli 2016) tersendat. Selain karena data tidak akurat lagi, di sisi lain Kemendikbud juga tidak bisa leluasa menentukan metode lain, misalnya menggunakan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) yang lebih akurat karena itu berarti menyalahi prosedur.
Persoalan kedua, tentang penyaluran dana. Masalah metodologi penyaluran dana KIP bukan hal sederhana, mengingat nilai rupiah dalam KIP tidak boleh terpotong. Di sisi lain bank tidak diberi upah menyalurkan, hanya diberi toleransi menahan dana KIP satu bulan. Tapi penahanan uang dalam satu bulan tidak bermakna apa-apa jika dibandingkan dengan alokasi SDM yang harus disediakan perbankan guna penyaluran KIP. Padahal, kinerja direksi bank BUMN dinilai berdasarkan keuntungan yang disetor ke negara. Akibatnya, penyaluran dana KIP terlambat. Keterlambatan tiga bulan tentu menghambat warga miskin. Problem yang juga dihadapi kaum miskin adalah saat hubungan dengan bank perlu bantuan orangtua. Tidak sedikit orangtua murid yang menyalahgunakan dana KIP. Inilah problematik Program Indonesia Pintar melalui KIP yang harus dipecahkan Kemendikbud, Kementerian BUMN, dan Presiden.

Ø  Alternatif Pemecahan Masalah

Kartu Indonesia Pintar diusahakan menggunakan data siswa berbasis keluarga

Meski telah mengantongi data penerima KIP, pemerintah tetap saja mendapat sejumlah kritikan karena data yang dipakai dinilai sudah tidak sesuai sebab merupakan data lama. Menanggapi hal tersebut, Anies Baswedan mengakui data yang digunakan saat ini masih menggunakan data lama yang berbasis sekolah. Namun ke depan pastinya akan diubah dan diperluas dengan menggunakan data berbasis keluarga. Anies sendiri sudah memahami bahwa konsep Kartu Indonesia Pintar bukan hanya menjangkau siswa miskin saja, tetapi anak yang belum memasuki usia sekolah yang orangtuanya berekonomi miskin. Anies juga menjelaskan bahwa dengan konsep data berbasis keluarga, nantinya KIP akan lebih banyak menyasar anak usia sekolah yang bisa mendapatkan fasilitas pendidikan, baik formal maupun non-formal.
Mendikbud Muhadjir Effendy juga mencoba mengombinasikan data (TNP2K) dengan Dapodik guna menghindari salah prosedur dan menjamin akurasi data. Dengan memadukan dua data berbeda itu, penyaluran KIP lebih lancar, sudah di atas 90%. Persoalan metode penyaluran dapat dipecahkan bila tidak ada ego sektoral, dan semua tunduk perintah Presiden. Jika semua sepaham bahwa Program Indonesia Pintar melalui KIP adalah janji Presiden Jokowi kepada pemilihnya, Menteri BUMN Rini Soemarno tinggal meminta Dirut BRI dan BNI (yang mendapat tugas menyalurkan KIP) untuk memperlancar penyaluran KIP agar tepat waktu. Agar para direksi bank BUMN memiliki komitmen tinggi memperlancar penyaluran KIP, prestasi mereka perlu diapresiasi sebagai prestasi kerja direksi meskipun itu sifatnya kerja sosial. Atau pola lain, penyaluran KIP dibiayai dana CSR bank sehingga pihak bank dapat merekrut tenaga khusus penyaluran KIP, tanpa mengganggu bisnis perbankan. Dengan membenahi model penyaluran ini diharapkan KIP diterima tepat waktu tanpa mengganggu kinerja bank.
Ø  Kesimpulan dan Saran
Hadirnya KIP diharapkan semua anak usia sekolah di Indonesia mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan tanpa adanya diskriminasi antara yang kaya dengan yang miskin. Semua pihak yang terlibat pun diharapkan kerjasamanya untuk melaksanakan kebijakan ini secara benar tanpa ada pihak yang dirugikan dan penyaluran dananya pun tidak tersendat agar dapat dimanfaatkan oleh siswa untuk membiayai keperluan sekolah mereka.
Daftar Pustaka :
Darmaningtyas. 2017. Problematik Kartu Indonesia Pintar. m.mediaindonesia.com. diakses pada
         hari Minggu 1 Juli 2018.

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah, Petunjuk
         Teknis Program Indonesia Pintar (PIP), (Jakarta: Subdit Kelembagaan dan Peserta Didik
         Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas, 2015). 

Kurniawan, Haris. 2016. Ini kelebihan Smart KIP. www.merdeka.com diakses pada hari Minggu
         1 Juli 2018.

Muhadji, Noeng. 1993. Perencanaan dan Kebijakan Pengembangan Sumber Daya Manusia.
          Yogyakarta : Rake Sarasin

Nugroho, Riant. 2008. Public Policy. Jakarta : PT : Elex Media Komputindo.
Permendikbud No. 12 Tahun 2015 tentang Program Indonesia Pintar.
www.Liputan6.com diakses pada hari Minggu 1 Juli 2018.


No comments:

Post a Comment

Semata Wayang

SISTEM PEMBELAJARAN

SISTEM PEMBELAJARAN A.     Pengertian dan Kegunaan Sistem Sistem adalah satu kesatuan komponen yang satu sama lain saling berkaitan dan...