ANALISIS
KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI INDONESIA
PROGRAM
INDONESIA PINTAR MELALUI KARTU INDONESIA PINTAR
oleh : Semata Wayang
Ø Judul
Kebijakan
Pemerintah tentang Implementasi Kartu Indonesia Pintar bagi Peserta Didik
Kurang Mampu
Ø Pendahuluan
Kebijakan pendidikan merupakan suatu
hal yang pokok untuk menentukan arah dan pedoman dalam penyelenggaraan
pendidikan dalam suatu negara. Penyelenggaraan pendidikan di setiap lembaga
pendidikan tidak akan pernah lepas dari suatu kebijakan yang dibuat oleh
pemerintahan dalam negara tempat lembaga pendidikan itu ada. Pengertian
kebijakan menurut Noeng Muhadjir, 1993: 15 bahwa kebijakan merupakan upaya memecahkan problem sosial bagi
kepentingan masyarakat atas asas keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan
penjelasan di atas diketahui bahwa kebijakan
merupakan petunjuk dan batasan secara umum yang menjadi arah dari tindakan yang
dilakukan dan aturan yang harus diikuti oleh para pelaku dan pelaksana
kebijakan karena sangat penting bagi pengolahan dalam mengambil keputusan atas
perencanaan yang telah dibuat dan disepakati bersama.
Istilah kebijakan dalam dunia pendidikan sering disebut
dengan istilah perencanaan pendidikan (educational
planning). Menurut
Riant Nugroho, 2008:37 bahwa kebijakan pendidikan adalah bagian dari
kebijakan publik, yaitu kebijakan publik di bidang pendidikan. Dengan demikian,
kebijakan pendidikan harus sebangun dengan kebijakan publik dimana konteks
kebijakan publik secara umum, yaitu kebijakan pembangunan, maka kebijakan pendidikan
merupakan bagian dari kebijakan publik. Analisis kebijakan merupakan suatu
prosedur berpikir yang sudah lama dikenal dan dilakukan dalam sejarah manusia,
paling tidak sejak manusia mampu melahirkan dan memelihara pengetahuan dalam
kaitannya dengan tindakan. Patton mengemukakan bahwa analisis kebijakan adalah suatu
rangkaian proses dalam menghasilkan kebijakan. Jadi analisis kebijakan
pendidikan merupakan cara memecahkan masalah yang ada dalam kebijakan-kebijakan
tentang pendidikan menggunakan pemahaman yang dimiliki oleh manusia itu sendiri. Setiap kebijakan yang berkaitan
dengan pendidikan akan berdampak pada pengambilan keputusan oleh para pembuat
kebijakan dalam bidang pendidikan, baik di tingkat nasional maupun daerah dan
tingkat satuan pendidikan. Pada praktiknya, setiap kebijakan mengandung multi
tujuan yaitu untuk menjadikan kebijakan itu sebagai kebijakan yang adil dan
seimbang dalam mendorong kemajuan kehidupan bersama.
Ø Deskripsi
Kebijakan Implementasi Kartu Indonesia Pintar
A.
Kartu Indonesia Pintar
Program
Kartu Indonesia Pintar (KIP) merupakan pemberian bantuan tunai pendidikan kepada
anak usia sekolah yang berasal dari keluarga kurang mampu, yang merupakan
bagian dari penyempurnaan Program Bantuan Siswa Miskin (BSM). Program bantuan
pendidikan melalui Program Indonesia Pintar ditandai dengan pemberian Kartu
Indonesia Pintar (KIP) kepada siswa/anak usia sekolah yang berasal dari
keluarga kurang mampu. Kartu Indonesia Pintar (KIP) diberikan sebagai
penanda/identitas untuk menjamin dan memastikan seluruh anak usia sekolah dari
keluarga kurang mampu terdaftar sebagai penerima bantuan, melalui jalur
pendidikan formal mulai SD/MI hingga lulusan SMA/MA.
Banyak pihak, terutama orang awam sering bertanya tentang
perbedaan BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dengan KIP. BOS, sesuai namanya,
merupakan bantuan bagi kelancaran operasional sekolah. BOS ditujukan kepada
lembaga (sekolah) yang diberikan kepada semua sedangkan Program Indonesia
Pintar melalui KIP merupakan pemberian bantuan tunai kepada seluruh anak usia
sekolah (6-21) yang berasal dari keluarga miskin dan rentan atau anak yang
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Program ini penyempurnaan
program Bantuan Siswa Miskin (BSM) yang diberikan sejak akhir 2014. Pesan inti
yang ingin disampaikan melalui KIP ini ialah menghindarkan anak meninggalkan
sekolah akibat tidak memiliki biaya. Adapun mereka yang sudah telanjur
meninggalkan sekolah dapat kembali ke sekolah. Tidak ada alasan ekonomi lagi
mereka tidak bersekolah sebab kebutuhan bayaran sekolah dicukupi dana BOS,
sedangkan kebutuhan dana personal dicukupi KIP. KIP dimaksudkan mendukung
penuntasan Program Wajib Belajar Sembilan Tahun dan Pendidikan Menengah
Universal (Wajib Belajar 12 Tahun).
B. Tujuan
dan Manfaat Program KIP
Program KIP bertujuan menghilangkan
hambatan anak usia sekolah secara ekonomi untuk berpartisipasi di sekolah,
sehingga mereka memperoleh akses pelayanan pendidikan yang lebih baik, mencegah
murid mengalami putus sekolah, serta mendorong anak yang putus sekolah untuk kembali
bersekolah. Program
Indonesia Pintar adalah salah satu program nasional yang penyelenggaraannya
dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan
Kementerian Agama (Kemenag) yang tercantum dalam (RPJMN 2015-2019) yang
bertujuan untuk:
1.
Meningkatkan
angka partisipasi pendidikan dasar dan menengah.
2. Meningkatkan angka keberlanjutan
pendidikan yang ditandai dengan menurunnya angka putus sekolah.
3. Menurunnya kesenjangan partisipasi
pendidikan antar kelompok masyarakat, terutama antara penduduk kaya dan
penduduk miskin, antara penduduk laki-laki dan penduduk perempuan, antara wilayah
perkotaan dan perdesaan dan antar daerah.
4.
Meningkatkan
kesiapan siswa pendidikan menengah untuk memasuki pasar kerja atau melanjutkan
ke jenjang pendidikan tinggi.
Adapun manfaat Kartu
Indonesia Pintar (KIP) yaitu :
1. Kartu
Indonesia Pintar (KIP) juga mencakup anak usia sekolah yang tidak berada di
sekolah seperti Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) seperti
anak-anak di Panti Asuhan/Sosial, anak jalanan, dan pekerja anak dan difabel.
KIP juga berlaku di Pondok Pesantren, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat dan
Lembaga Kursus dan Pelatihan yang ditentukan oleh Pemerintah.
2. Kartu
Indonesia Pintar (KIP) dapat mendorong agar anak usia sekolah yang tidak lagi
terdaftar di satuan pendidikan dapat kembali bersekolah.
3. Kartu
Indonesia Pintar (KIP) dapat menjamin keberlanjutan bantuan antar jenjang
pendidikan sampai tingkat SMA/SMK/MA.
Program Indonesia Pintar
adalah merupakan pemberian bantuan tunai pendidikan kepada seluruh anak usia
sekolah (6-21 tahun) atau yang berasal dari keluarga miskin dan rentan
(misalnya dari keluarga/rumah tangga pemegang Kartu Keluarga Sejahtera/KKS)
atau anak yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
C.
Kriteria Siswa Penerima KIP
KIP diberikan kepada anak usia
sekolah (6-21 tahun) sebanyak 20,3 juta anak yang memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan sebelumnya yaitu :
1.
Penerima
BSM dari keluarga pemegang KPS yang telah ditetapkan dalam SP2D 2014.
2.
Anak
usia sekolah (6-21 tahun) dari keluarga pemegang KPS/KKS yang belum ditetapkan
sebagai Penerima bantuan BSM.
3.
Anak
usia sekolah (6-21 tahun) dari Peserta Program Keluarga Harapan (PKH).
4.
Anak
usia sekolah (6-21 tahun) yang tinggal di Panti Asuhan/Sosial.
5.
Anak/santri
usia 6-21 tahun dari Pondok Pesantren yang memiliki KPS/KKS (khusus untuk BSM
Madrasah) melalui jalur usulan Madrasah.
6.
Siswa
Anak usia sekolah (6-21 tahun) yang terancam putus sekolah karena kesulitan
ekonomi dan/atau korban musibah berkepanjangan/ bencana alam.
7.
Anak
usia sekolah (6-21 tahun) yang belum atau tidak lagi bersekolah yang datanya
telah direkapitulasi pada Semester 2 (TA) 2014/2015.
Besaran dana KIP itu untuk SD/MI/diniyah
formal ulya/SDTK, pondok pesantren, dan kejar paket A/PPS Wajar pendidikan
dasar ulya sebesar Rp 225 ribu. SMP/MTs/diniyah formal wustha/SMPTK, pondok
pesantren, kejar paket B/PPS Wajar dikdas wustha sebesar Rp 375 ribu. Untuk
tingkat SMA/SMK/MA/diniyah formal ulya/muadalah/SMTK/SMAK, pondok pesantren,
dan kejar paket C/PMU ulya/lembaga pelatihan/kursus sebesar Rp 500 ribu. Namun,
pada 2017 ini jumlahnya naik menjadi Rp 400 ribu untuk tingkat SD/MI, Rp 500
ribu untuk tingkat SMP/MTs, dan Rp 700 ribu bagi tingkat SMA/SMK/MA.
D.
Keunggulan
Program KIP
Menurut mantan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, Anis Baswedan mnegatakan bahwa program yang digagas
oleh Presiden Jokowi ini memiliki keungulan dibanding program pemberian bantuan
sebelumnya yaitu dengan Kartu Indonesia Pintar yang miskin dan rentan miskin
dapat dijangkau, selain itu KIP juga mempunyai metode yang berbeda. Program ini
akan membuat institusi sekolah mengajak anak-anak yang putus sekolah (atau
belum sekolah) agar dapat bersekolah sedangkan BSM hanya menjangkau anak yang
di sekolah, bukan yang tidak di luar sekolah.
Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud,
Hamid Muhammad menegaskan bahwa KIP bisa dipakai sebagai alat pembayaran
transaksi jual beli di beberapa toko yang telah bekerja sama dengan pemerintah. Siswa pemegang KIP dapat langsung
mendapatkan dan menggunakan dana tanpa harus difasilitasi pihak sekolah. Tidak seperti biasanya, untuk
mencairkan dana KIP perlu berkoordinasi dengan sekolah dan dinas pendidikan
namun saat ini pencairan dana langsung disalurkan ke rekening bank siswa.
Kehadiran KIP ini mempermudah dan mengefisienkan siswa mencairkan uang.
Perlu diketahui, dana pencairan KIP terbagi dua. Setengahnya
bisa langsung cair dalam bentuk uang tunai, sementara separuhnya hanya bisa
dipakai secara non tunai untuk belanja keperluan sekolah. Penggunaan KIP
elektronik ini ialah melalui mesin EDC. Dengan adanya KIP, permasalahan akurasi
data dan pemanfaatan dana bisa terselesaikan. Siswa juga belajar mengelola
keuangan. Adanya KIP ini, penggunanya tidak lagi bisa sembarangan, karena model
kerjanya sudah kerjasama dengan pihak bank sehingga pembelanjaannya tidak bisa
semaunya. Telah ada skema tentang seberapa besar dana untuk belanja buku,
peralatan sekolah, dan lain sebagainya.
Ø Implementasi
KIP
Pada 2015 jumlah penerima KIP mencapai 20,37 juta,
terdiri atas murid di lingkungan Kemendikbud 17,92 juta dan Kemenag 2,45 juta
dengan total anggaran mencapai Rp12,81 triliun. Pada 2016 jumlah penerima KIP
mencapai 19,54 juta, terdiri atas anak di bawah Kemendikbud 17,92 juta dan di
bawah Kemenag 1,62 juta, dengan total anggaran Rp11,56 triliun. Besaran dana
yang dilakokasikan untuk KIP ini hampir sama dengan dana BOS. Mereka yang
mendapat KIP ini akan diberikan dana tunai dari pemerintah secara reguler yang
tersimpan dalam fungsi kartu KIP untuk bersekolah secara gratis tanpa biaya.
Program KIP sendiri akan ditujukan pada 15,5 juta keluarga kurang mampu di
seluruh Indonesia yang memiliki anak usia sekolah 6 hingga 21 tahun baik
yang telah terdaftar maupun yang belum terdaftar di sekolah maupun madrasah.
Dengan program KIP ini diharapkan angka putus sekolah bisa turun dengan
drastis.
Namun, fenomena yang terjadi salah satunya adalah
masih terdapat siswa yang berasal dari keluarga mampu terdaftar sebagai
penerima dana KIP serta masih adanya siswa yang tergolong tidak mampu tidak
terdaftar sebagai penerima dana KIP. Padahal seharusnya pemerintah meluncurkan
program ini adalah diperuntukkan bagi siswa yang berasal dari keluarga miskin
agar mendapat kesempatan pendidikan yang sama. Fungsi dari dana KIP adalah
pembelian buku dan alat tulis sekolah, pembelian pakaian/seragam dan alat
perlengkapan sekolah (tas, sepatu, dll), biaya transportasi ke sekolah, uang
saku siswa/ iuran bulanan siswa, biaya kursus/les tambahan, keperluan lain yang
berkaitan dengan kebutuhan pendidikan di sekolah/madrasah. Masalah lain yang
terjadi adalah sulitnya pengawasan yang dilakukan, hal ini dikarenakan
mekanisme penyaluran dana yang langsung ditransfer ke rekening siswa. Dana
tersebut yang mengelola adalah orang tua siswa dan pihak sekolah hanya sebagai
implementor sulit mengawasi penggunaan dana tersebut. Pada saat penerimaan dana
KIP orang tua siswa tidak dapat mengelolanya dengan baik sehingga, dana KIP
menjadi tidak tepat sasaran karena digunakan untuk keperluan pribadi bukan
sebagai keperluan pendidikan.
-
Faktor pendukung
Informasi dari pihak dinas secara rutin ke sekolah dan
secara online, Dapodik digunakan pemerintah sebagai salah satu indikator
penentuan sasaran penerima KIP, adanya rasa saling percaya antara pihak sekolah
dengan siswa beserta orang tua terhadap penggunaan dana KIP, siswa menjadi
lebih aktif karena peralatan sekolah dapat terpenuhi.
-
Faktor penghambat
Evaluasi program KIP yang dilaksanakan pada setiap
periode program menyebabkan terjadinya perubahan khusunya pada mekanismenya, penyelewengan
dana KIP, kesulitan mengumpulkan kuitansi atau bukti penggunaan dana KIP.
Ø Analisis
Permasalahan tentang Kebijakan Program KIP
Permasalahan data dan penyaluran
Secara
konseptual, Program Indonesia Pintar melalui KIP ini sebetulnya cukup jelas,
termasuk sasaran penerimanya. Namun, pada tingkat implementasinya cukup
problematik, baik menyangkut validitas data yang dipakai sebagai dasar
pemberian KIP maupun metode penyalurannya. Pertama, masalah data yang dipakai
berasal dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), yang
surveinya mungkin pada 2011 sehingga data yang tersaji kedaluwarsa dan profil
murid maupun orangtua banyak yang berubah. Tidak aneh bila ada murid SMK yang
sudah lulus justru mendapatkan KIP. Persoalan akurasi data itu pula yang
menyebabkan penyaluran KIP pada masa Mendikbud Anies Baswedan (sampai 27 Juli
2016) tersendat. Selain karena data tidak akurat lagi, di sisi lain Kemendikbud
juga tidak bisa leluasa menentukan metode lain, misalnya menggunakan Data Pokok
Pendidikan (Dapodik) yang lebih akurat karena itu berarti menyalahi prosedur.
Persoalan
kedua, tentang penyaluran dana. Masalah metodologi penyaluran dana KIP bukan
hal sederhana, mengingat nilai rupiah dalam KIP tidak boleh terpotong. Di sisi
lain bank tidak diberi upah menyalurkan, hanya diberi toleransi menahan dana
KIP satu bulan. Tapi penahanan uang dalam satu bulan tidak bermakna apa-apa
jika dibandingkan dengan alokasi SDM yang harus disediakan perbankan guna
penyaluran KIP. Padahal, kinerja direksi bank BUMN dinilai berdasarkan
keuntungan yang disetor ke negara. Akibatnya, penyaluran dana KIP terlambat. Keterlambatan
tiga bulan tentu menghambat warga miskin. Problem yang juga dihadapi kaum
miskin adalah saat hubungan dengan bank perlu bantuan orangtua. Tidak sedikit
orangtua murid yang menyalahgunakan dana KIP. Inilah problematik Program
Indonesia Pintar melalui KIP yang harus dipecahkan Kemendikbud, Kementerian
BUMN, dan Presiden.
Ø Alternatif Pemecahan Masalah
Kartu Indonesia Pintar diusahakan menggunakan data siswa berbasis keluarga
Meski
telah mengantongi data penerima KIP, pemerintah tetap saja mendapat sejumlah
kritikan karena data yang dipakai dinilai sudah tidak sesuai sebab merupakan
data lama. Menanggapi hal tersebut, Anies Baswedan mengakui data yang digunakan
saat ini masih menggunakan data lama yang berbasis sekolah. Namun ke depan
pastinya akan diubah dan diperluas dengan menggunakan data berbasis keluarga. Anies
sendiri sudah memahami bahwa konsep Kartu Indonesia Pintar bukan hanya
menjangkau siswa miskin saja, tetapi anak yang belum memasuki usia sekolah yang
orangtuanya berekonomi miskin. Anies juga menjelaskan bahwa dengan konsep data
berbasis keluarga, nantinya KIP akan lebih banyak menyasar anak usia sekolah
yang bisa mendapatkan fasilitas pendidikan, baik formal maupun non-formal.
Mendikbud
Muhadjir Effendy juga mencoba mengombinasikan data (TNP2K) dengan Dapodik guna
menghindari salah prosedur dan menjamin akurasi data. Dengan memadukan dua data
berbeda itu, penyaluran KIP lebih lancar, sudah di atas 90%. Persoalan metode
penyaluran dapat dipecahkan bila tidak ada ego sektoral, dan semua tunduk
perintah Presiden. Jika semua sepaham bahwa Program Indonesia Pintar melalui
KIP adalah janji Presiden Jokowi kepada pemilihnya, Menteri BUMN Rini Soemarno
tinggal meminta Dirut BRI dan BNI (yang mendapat tugas menyalurkan KIP) untuk
memperlancar penyaluran KIP agar tepat waktu. Agar para direksi bank BUMN memiliki
komitmen tinggi memperlancar penyaluran KIP, prestasi mereka perlu diapresiasi
sebagai prestasi kerja direksi meskipun itu sifatnya kerja sosial. Atau pola
lain, penyaluran KIP dibiayai dana CSR bank sehingga pihak bank dapat merekrut
tenaga khusus penyaluran KIP, tanpa mengganggu bisnis perbankan. Dengan
membenahi model penyaluran ini diharapkan KIP diterima tepat waktu tanpa
mengganggu kinerja bank.
Ø Kesimpulan dan
Saran
Hadirnya
KIP diharapkan semua anak usia sekolah di Indonesia mendapatkan kesempatan yang
sama untuk mengenyam pendidikan tanpa adanya diskriminasi antara yang kaya
dengan yang miskin. Semua pihak yang terlibat pun diharapkan kerjasamanya untuk
melaksanakan kebijakan ini secara benar tanpa ada pihak yang dirugikan dan
penyaluran dananya pun tidak tersendat agar dapat dimanfaatkan oleh siswa untuk
membiayai keperluan sekolah mereka.
Daftar Pustaka :
Darmaningtyas. 2017. Problematik Kartu Indonesia Pintar.
m.mediaindonesia.com. diakses pada
hari Minggu 1 Juli 2018.
Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah, Petunjuk
Teknis Program Indonesia Pintar (PIP), (Jakarta: Subdit
Kelembagaan dan Peserta Didik
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Atas, 2015).
1 Juli 2018.
Muhadji,
Noeng. 1993. Perencanaan dan Kebijakan
Pengembangan Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta : Rake Sarasin
Nugroho,
Riant. 2008. Public Policy. Jakarta :
PT : Elex Media Komputindo.
Permendikbud
No. 12 Tahun 2015 tentang Program Indonesia Pintar.
www.Liputan6.com
diakses pada hari Minggu 1 Juli 2018.
No comments:
Post a Comment