HAKIKAT BELAJAR DAN
PEMBELAJARAN DI SD/MA
(Teori-Teori Belajar
dan Pembelajaran)
1.3 Teori Belajar Konstruktivisme
Saat
ini terdapat beragam inovasi baru di dunia pendidikan terutama pada proses
pembelajaran. Salah satu inovasi tersebut adalah konstruktivisme. Pemulihan
pendekatan ini lebih dikarenakan agar pembelajaran membuat siswa antusias
terhadap persoalan yang ada sehingga mereka mau mencoba memecahkan
persoalannya. Pembelajaran di kelas masih dominan menggunakan metode ceramah
dan tanya jawab sehingga kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berinteraksi langsung kepada benda-benda konkret.
1.3.1 Pengertian
belajar kontruktivisme
Teori belajar konstruktivisme ini
bertitik tolak dari pada teori pembelajaran Behaviorisme yang didukung oleh B.Fskinner
yang mementingkan perubahan tingkah laku pada pelajar, contohnya dari tidak
tahu kepada tahu. Hal ini kemudian beralih kepada teori pembelajaran
konstruktivismeyang diperkenalkan oleh Jean Piaget dimana ide utama dari
pandangan ini adalah mental. Semua dalam diri individudiwakili melalui
strukturmental dikenalsebagai skema yang akanmenentukan bagaimanadata dan
informasi yang diterima, difahami oleh manusia. Jika ide tersebut sesuai dengan
skema maka ide ini akan diterima begitu juga sebaliknya. Lahirlah teori
konstruktivisme yang merupakan pandangan terbarudimana pengetahuanakan dibangun
sendiri oleh pelajar berdasarkan pengetahuan yang ada pada mereka.
Perspektif konstruktivisme mempunyai
pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan proses daripada hasil. Hasil
belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan
strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses belajar , hasil
belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata
pikir dan skema berpikir seseorang sebagai upaya memperoleh pemahaman atau
pengetahuan yang bersifat subyektif.
Jadi dapat didefenisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif,
yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran
behavioristik yang memahamihakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat
mekanistik antara stimulus respon, konstruktivisme lebih memahami belajar
sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan
memberikan makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya.
Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan baru , apa yang dilalui
dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman
demi pengalaman . ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi
lebih dinamis.
Von Glasefeld mengatakan bahwa
konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa
pengetahuan kita adalah konstruksi ( bentukan ) kita sendiri. Menurut para
penganut konstruktif pengetahuan dibina secara aktif oleh seseorang yang
berfikir. Untuk membangun suatu pengetahuan baru peserta didik akan
menyesuaikan informasi baru atau pengalaman yang disampaikan guru dengan
pengetahuan atau pengalaman yang telah dimilikinya melalui berinteraksi sosial
dengan peserta didiknya. Dalam wawasan ini, sebenarnya siswalah yang mempunyai
peranan penting dalam belajar , sedangkan guru secara fleksibel menempatkan
diri sebagaimana diperlukan oleh siswanya dalam proses memahami dunianya.
1.3.2 Hakikat
pembelajaran teori Konstruktivisme
Dalam
hal ini hakikat pembelajaran menurut teori
Konstruktivisme adalah suatu proses pembelajaran yang mengkondisikan
siswa untuk melakukan proses aktif membangun konsep baru, pengertian baru dan
pengetahuan baru berdasarkan data. Oleh karena itu proses pembelajaran harus
dirancang dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu mendorong siswa
mengorganisasi pengalamannya menjadi pengetahuan yang bermakna. Teori belajar
ini mencerminkan siswa memiliki kebebasan artinya siswa dapat memanfaatkan teknik
belajar apaun asal tujuan belajar dapat tercapai.
Selain
itu, Nicson mengatakan bahwa pembelajaran dalam pandangan koinstruktivisme
adalah membantu siswa untuk membangun konsep-konsep dalam belajar dengan
kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep itu terbangun
kembali melalui transformasi baru untuk menjadi konsep baru. Peran guru
bukanlah pemberi jawaban akhir ,
melainkan mengarahkan mereka untuk membentuk pengetahuan.
Sehubung
dengan hal di atas, Tasker mengemukakan
tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai
berikut :
1. Peran
aktif siswa dalam mengkontruksi pengetahuan secara bermakna.
2. Pentingnya
membuat kaitan antara gagasan dalam pngkonstruksian secara bermakna.
3.
Mengaitkan antara
gagasan dengan informasi baru yang diterima.
Wheatley
mendukung pendapat di atas dengan mengajukan dua prinsip utama dalam
pembelajaran dengan teori belajar konstruktivisme. Pertama, pengetahuan tidak
dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa.
Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui
pengalaman nyata yang dimiliki anak. Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu
yang perlu diperhatikan dalam teori belajar konstruktivisme, hanbury
mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan dengan pembelajaran, yaitu :
1.
Siswa mengkontruksi
pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki.
2. Pembelajaran
menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti,
3. Strategi
siswa lebih bernilai,
4. Siswa
mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling tukar pengalaman dan ilmu
pengetahuan dengan temannya.
Dalam
upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme , Tyler mengajukan
beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut :
1. Memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri.
2. Memberi
kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi
kreatif dan imajinatif.
3.
Memberi kesempatan
kepada siswa untuk mencoba gagasan baru.
Dapat
disimpulakan bahwa pembelajaran yang mengacu pada teori belajar konstruktivisme
lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman
mereka. Siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka
melalui asimilasi dan akomodasi.
1.3.3 Ciri-ciri teori
belajar konstruktivisme
Ada beberapa ciri dalam pembelajaran
model,konstruktivisme yaitu
1. Mencari
tau dan menghargai titik pandang dan pendapat siswa
2. Pembelajaran
dilakukan atas dasar pemngetahuan awal siswa
3. Memunculkan
masalah yang relavan dengan siswa
4. Menyusun
pembelajaran yang menantang dugaan siswa
5. Menilai
hasil pembelajaran dalam konteks pembelajaran sehari-hari
6. Siswa
lwbih aktif dalam proses belajar
7. Setiap
pandangan sangat dihargai dan di perlukan
8. Proses
belajar harus mendorong adanya kerja sama tapi bukan untuk bersaing
9. Kontrol
kecepatan dan fokus pembelajaran ada pada siswa
10. Pendekatan
konstruksifis memberikan pengalaman belajar yang tidak terlepas dengan apa yang
di alami langsung dengan siswa.
1.3.4 Komponen
dalam teori belajar konstruktivisme
1. Pengetahuan
awal
2. Fakta
dan masalah
3. Sistematika
berfikir
Dalam
menerapkan teori konstruktifisme dalam belajar dapat digunakan model
pemebelajaran yang melibatkan beberapa tahap yaitu :
1.Pengenalan
Tahap
pengenalan merupakan pemberian hal-hal yang konkrit dan muda dengan
contoh-contoh sederahana yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Pada tahap
ini guru perlu mencermati melalui kompetensi awal yang di miliki peserta didik
untuk maju ke tahap berikutnya.
2.
Pembelajaran kompetensi
Tahap
pembelajaran kompetensi merupakan tahap di mana peserta didik mulai beranjak
dari mengenali kompetensi baru ke menguasai kompetensi dasar.
3.Pemulihan
Hasil
penilaian akan menunjukkan apakah peserta didik perlu diberi tahap pemulihan
yaitu tahap di mana peserta didik memulihkan prakonsep menjadi suatu konsep
atau kompetensi secara benar.
4.Pendalaman
Apabila
peserta didik berminat dan kompetensi dasar telah dikuasai secara tuntas, tahap
pemulihan dapat di lewati dan maju ke tahap berikutnya yaitu tahap pendalaman.
5.Pengayaan
Selanjutnya
dapat diberikan tahap pengayaan agar peseta didik memperoleh fariasi pengalaman
belajar. Berbagai latihan dapat di gunakan untuk mendalami atau memperkaya
kompetensi .
Secara
teoritik studi ini berimplikasi bahwa siswa seharusnya di pandang sebagai
individu yang memiliki potensi yang unik untuk bekembang bukan sebagai tong
kosong yang hanya menunggu untuk di isi oleh orang dewasa (guru). Secara
praktis studi ini berimplikasi bahwa model belajar konstruktifisme di butuhkan
untuk mengembangkan kecakapan pribadi-sosial siswa dalam mengembangkan potensi
kreatifnya melalui pembelajaran di sekolah.
1.4 Teori Belajar
Humanisme
1.4.1 Pengertian teori belajar Humanisme
Jiwa manusia termasuk
peserta didik terdiri atas berbagai potensi psikologis, baik dalam dominan
kognitif maupun dalam dominan afektif dan konatif ( psikomotorik ). Pengertian
Humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Pendekatan
ini melihat kejadian yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan
hal-hal yang positif. Menurut maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan
atau hirarki, adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah
1. Kebutuhan
aktualisasi diri
2. Kebutuhan
untuk dihargai
3. Kebutuhan
untuk dihargai dan disayangi
4. Kebutuhan
akan rasa tenteram dan aman
5. Kebutuhan
fisiologi/dasar
Carl
Roger adalah seorang psikolog humanisme yang menekankan perlunya sikap saling
menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu individu mengatasi
masalah-masalah kehidupannya. Menurut Roger yang terpenting dalam proses
pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan
pembelajaran. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak
relevan dengan kehidupan siswa. Guru harus memahami perilaku siswa dengan
mencoba memahami dunia persepsi siswa diri dan dunia seseorang.
Bagaimana
proses belajar dapat terjadi menurut teori belajar humanisme??? Orang belajar
karena ingin mengetahui dunianya. Individu memilih sesuatu untuk dipelajari,
mengusahakan proses belajar dengan caranya sendiri, dan menilainya sendiri
tenteng apakah proses belajarnya berhasil. Jadi teori belajar humanisme yaitu
suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana memanusiakan
manusia serta peserta peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya.
1.4.2
Prinsip-prinsip Teori belajar humanisme
a. Manusia
mempunyai belajar alami
b. Belajar
signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi
dengan maksud tertentu.
c. Belajar
yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.
d. Tugas
belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan bila ancaman itu kecil.
e. Bila
ancaman itu rendah terdapat pengalaman siswa dalam memperoleh cara.
f. Belajar
yang bermakna diperoleh jika siswa melakukannya.
g. Belajar
lancar jika siswa dilibatkan dalam proses belajar.
h. Belajar
yang melibatkan siswa seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam.
i.
Kepercayaan pada diri
pada siswa ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri.
j.
Belajar sosial adalah
belajar mengenai proses belajar.
1.4.3 Penerapan
teori belajar humanisme
Dalam
kaitannya dengan proses pendidikan formal ( sekolah ), Slavin mengelompokkan
tahapan perkembangan anak, yaitu tahapan early childhood, tahapan middle
childhood, dan tahapan adolescence, dengan dimensi utama perkembangan mencakup
dimensi kognitif, dimensi fisik, dan dimensi sosioemosi. Tiap dimensi
perkembangan tersebut memiliki kaarakteristik yang berbeda antara tahapan
perkembangan yang satu dengan tahapan perkembaangan yang lainnya.
Aplikasi
teori humanisme dalam pembelajaran, guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir
induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara
aktif dalam proses belajar. Hal ini diterapkan melalui kegiatan diskusi,
membahas materi secara berkelompok. Pembelajaran berdasarkan teori humanisme
ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat
pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap dan analisis terhadap
fenomena sosial. Menurut Gege dan Berliner, prinsip dasar dari pendekatan
humanisme untuk mengembangkan pendidikan, murid akan belajar dengan baik apa
yang mereka mau dan perlu ketahui. Mengetahui bagaimana cara belajar lebih
penting daripada membutuhkan banyak pengetahuan. Murid akan belajar lebih baik
dalam lingkungan yang tidak mengancam.
Peran
guru dalam proses pembelajaran humanisme adalah menjadi fasilitor bagi para
siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar
dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan
mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran. Siswa berperan sebagai
pelaku utama ( student center ) yang
memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa mampu memahami
potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan
potensi diri yang bersifat negatif.
Pembelajaran
berdasarkan teori humanisme ini cocok untuk diterapkan. Keberhasilan aplikasi
ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan
terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa
diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terkait oleh pendapat
orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa
mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika
yang berlaku.
1.5 Teori
Belajar Behaviorisme
Behaviorisme
merupakan salah satu aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi
fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain,
behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan
individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih
refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai
individu. Dalam konsep Behavioral,
perilaku manusia merupakan hasil belajar, sehingga dapat di ubah dengan
memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi belajar.
Teori
behaviorisme sangat menekankan perilaku atau tingkah laku yang dapat di amati.
Teori-teori dalam rumpun ini sangat bersifat molekular, karena memandang
kehidupan individu terdiri atas unsur-unsur seperti halnya molekul-moleku. Ada
beberapa ciri dari rumpun teori ini, yaitu :
1. Mengutamakan unsur-unsur atau
bagian-bagian terkecil
2. Bersifat mekanistik
3. Menekankan peranan lingkungan
4. Mementingkan pembentukan reaksi atau
respon
5. Menekankan pentingnya latihan
Teori belajar
behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat
diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui
rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon)
berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan
belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab
belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik
terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan
kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon)
1.5.1 Tokoh-Tokoh Behaviorisme Beserta
Pemikirannya
1. Edward Edward Lee Thorndike/
Teori Koneksionisme
Thorndike berprofesi sebagai seorang
pendidik dan psikolog yang berkebangsaan Amerika. Lulus S1 dari Universitas
Wesleyen tahun 1895, S2 dari Harvard tahun 1896 dan meraih gelar doktor di
Columbia tahun 1898. Buku-buku yang ditulisnya antara lain Educational
Psychology (1903), Mental and social Measurements (1904), Animal Intelligence
(1911), Ateacher’s Word Book (1921),Your City (1939), dan Human Nature and The
Social Order (1940).
Menurut Thorndike dasar dari belajar
adalah Trial and error atau secara aslinya di sebut sebagai learning by
selecting and connecting. Thorndike mengajukan pengertian tersebut dari
eksperimennya dengan Puzzle box. Atas dasar pengamatannya terhadap
bermacam-macam percobaan, thorndike sampai pada kesimpulan bahwa hewan itu
menunjukan adanya penyesuaian diri sedemikian rupa sebelum hewan itu dapat
melepaskan diri dari puzzle box. Selanjutnya di kemukakan bahwa perilaku dari
semua hewan coba itu sama, yaitu apabila hewan coba, dalam hal ini kucing yang
di gunakan dan di hadapkan pada masalah, ia dalam keadaan discomfort dan dalam
memecahkan masalahnya menggunakan trial dan error.
Dalam eksperimennya Thorndike mengajukan
adanya tiga macam hukum yang sering di sebut dengan hukum primer dalam belajar
:
a) Hukum Kesiapan (law of readiness)
Apabila
suatu ikatan siap untuk berbuat, perbuatan itu memberikan kepuasan, sebaliknya
apabila tidak siap maka akan menimbulkan ketidak puasan/ketidaksenangan
terganggu. Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan
membentuk asosiasi(connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan
bertindak.
b) Hukum Latihan (law of exercise)
Artinya
bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika
sering di pakai dan akan semakin berkurang apabila tidak di gunakan. Prinsip
law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang)
dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan
melemah bila koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan.
c) Hukum akibat (law of effect)
Hukum
akibat yaitu hubungan stimulus respon
cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini
menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan.
Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan
lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak
menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.
2. Teori Belajar Menurut Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai
proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang
dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia
mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses
belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu
diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris
murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain
seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik
semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.
3. Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel
hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun
dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti
halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk
menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan
kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction)
adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia,
sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan
dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat
berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi
juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).
4. Edwin Guthrie/Kontiguitas
Kunci teori guthrie terletak pada
prinsip tunggal bahwa kontiguitas merupakan fondasi pembelajaran. Guthrie
memandang perilaku sebagai gerakan dari pada sebagai respon. Dalam pembedaan
ini, ia mengartikan gerakan sebagai komponen unit respon yang lebih besar atau
tindakan behavioral. Sejalan dengan itu, perilaku-perilaku terlatih dapat di
pandang sebagai suatu respon kasar yang terdiri dari unit-unit gerakan yang
lebih kecil. Demikian juga stimuli di pandang sebagai situasi kompleks yang
terdiri dari unit-unit gerakan yang lebih kecil. Prinsip kontiguitas menyatakan
bahwa suatu kombinasi elemen-elemen stimulus di sertai dengan gerakan, sekuens
gerakan akan berulang, bila di hadapkan pada elemen stimulus yang sama. Guthrie
berpendapat bahwa pembelajaran adalah suatu pola atau rantai gerakan yang
terpisah yang di timbulkan oleh sinyal-sinyal stimulus lingkungan dan internal.
Karena pandangan Guthrie tentang
asosiasi tergantung pada stimulus dan respon, peran penguatan memiliki
interpretasi unik. Guthrie percara pada pembelajaran satu kali mencoba, dengan
kata lain kedekatan hubungan antara elemen-elemen stimulus dan respon langsung
menghasilkan ikatan asosiatif penuh.
5. Burrhus Frederic Skinner/Operant
conditioning
Ia seorang tokoh dalam kondisioning
operan seperti halnya Thorndike, sedangkan pavlov adalah tokoh kondisioning
klasik. Bukunya yang berjudul ”Behaviorism of organism” yang di terbitkan pada
tahun 1838 memberikan dasar dari sistemnya. Dalam perkembangan psikologi
belajar, ia mengemukakan teori operant conditioning. Buku itu menjadi inspirasi
diadakannya konferensi tahunan yang dimulai tahun 1946 dalam masalah “The
Experimental an Analysis of Behavior”.
Hasil konferensi dimuat dalam jurnal berjudul Journal of the
Experimental Behaviors yang disponsori oleh Asosiasi Psikologi di Amerika
B.F. Skinner berkebangsaan Amerika
dikenal sebagai tokoh behavioris dengan pendekatan model instruksi langsung dan
meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning. Di mana
seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement
yang bijaksana dalam lingkungan relatif besar. Dalam beberapa hal,
pelaksanaannya jauh lebih fleksibel daripada conditioning klasik
Reber menyebutkan bahwa yang dimaksud
dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap
lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh
stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu
sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya
sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan
stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning. Memotivasi agar
berlanjut pada komponen tingkah laku selanjutnya sampai pada akhirnya
pembentukan tingkah laku puncak yang di harapkan.
Skinner berpendapat bahwa untuk
membentuk tingkah laku tertentu perlu di urutkan atau di pecah-pecah menjadi
bagian-bagian atau komponen tingkah laku yang spesifik. Selanjutnya agar tetap
terbentuk tingkah laku yang di harapkan pada setiap tingkah laku yang spesifik
yang telah di respon, perlu di berikan hadiah agar tingkah laku tersebut secara
terus menerus di ulang, serta untuk memotivasi agar berlanjut kepada komponen
tingkah laku selanjutnya sampai akhirnya pembentukan tingkah laku puncak yang
di harapkan.
Dari eksperimen yang dilakukan B.F.
Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan
hukum-hukum belajar, diantaranya :
a) Law
of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku
tersebut akan meningkat.
b) Law
of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat
melalui proses conditioning tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan
perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Beberapa
prinsip Belajar Skinner antara lain :
a)
Hasil belajar harus
segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika bebar diberi
penguat.
b) Proses
belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
c) Materi
pelajaran, digunakan sistem modul.
d) Dalam
proses pembelajaran, tidak digunkan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah,
untuk menghindari adanya hukuman.
e) Dalam
proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas sendiri.
f) Tingkah
laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah diberikan
dengan digunakannya jadwal variabel Rasio reinforcer.
g)
Dalam pembelajaran
digunakan shaping.
1.6 Teori Belajar Kognitivisme
Salah satu teori
belajar yang dikembangkan selama abad ke-20
adalah teori belajar kognitif, yaitu teori belajar yang melibatkan
proses berfikir secara komplek dan mementingkan proses belajar.
Menurut Drs. H.
Baharuddin dan Esa Nur wahyuni (2007: 89) yang menyatakan” aliran kognitif
memandang kegiatan belajar bukan sekedar
stimulus da respons yang bersifat mekanistik, tetapi lebih dari itu,
kegiatan belajar juga melibatkan kegiatan mental yang ada di dalam individu
yang sedang belajar”.
Kutipan tersebut
di atas berarti bahwa belajar adalah sebuah proses mental yang aktif untuk
mencapai, mengingat dan menggunakan perilaku, sehingga perilaku yang tampak
pada manusia tidak dapat diukur dan diamati tanpa melibatkan proses mental
seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan dan lain sebagainya.
Teori belajar
kognitif menurut Drs. Bambang Warsita yang beranggapan bahwa” Belajar adalah
pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan persepsi untuk memperoleh pemahaman”. Maksudnya bahwa belajar adalah
perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat dilihat sebagai
tingkah laku. Dimana teori ini menekankan pada gagasan bahwa bagian-bagian
suatu situasi saling berhubungan dalam kontek situasi secara keseluruhan.
Seperti juga di
ungkapkan oleh Winkel (1996:53) bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas mental
atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan
nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas.”. Hal ini
berarti bahwa perubahan yang terjadi dipengaruhi oleh pengalaman hidup yang
dialami oleh manusia, dimana pengalaman tersebut bersifat relatif menjadi
proses belajar yang membekas dalam fikiran manusia. Selain itu teori belajar
kognitif memandang “belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi,
terutama unsur pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang
dari luar. Aktivitas belajar pada diri manusia ditekankan pada proses internal
berfikir, yakni proses pengolahan informasi.”
Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang
melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari
proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan
dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap
yang bersifat relatif dan berbekas.
1.6.1
Tokoh-Tokoh Kognitivisme Beserta Pemikirannya
1.
Piaget
Menurut
Piaget dalam buku “Teknologi Pembelajaran” dari Drs. Bambang Warsita (2008:69)
yang menjelaskan bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu prosess genetika
yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis yaitu perkembangan sistem
syaraf. Dalam buku “Psikologi Pendidikan” karya Wasty Soemanto (1997:123) yang
menyatakan teori belajar piaget disebut cognitive-development yang
memandang bahwa proses berfikir sebagai
aktivitas gradual dari pada fungsi intelektual dari kongkrit. Belajar terdiri
dari tiga tahapan yaitu :asimilasi, akomodasi dan equilibrasi. Piaget juga
mengemukakan bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan
kognitif yang dilalui siswa. Proses belajar yang dialami seorang anak berbeda
pada tahap satu debfab tahap lainnya yang secara umum semakin tinggi tingkat
kognitif seseorang maka semakin teratur dan juga semakin abstrak cara
berpikirnya. Oleh karena itu guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan
kognitif anak didiknya serta memberikan isi, metode, media pembelajaran yang
sesuai dengan tahapannya.
Langkah-langkah pembelajaran dalam
merancang pembelajaran menurut Piaget, antara lain:1) menentukan tujuan
pembelajaran; 2)memilih materi pembelajaran; 3) menentukan topik-topik yang
dapat dipelajari oleh peserta didik; 4) menentukan dan merancang kegiatan
pembelajaran sesuai topik; 5) mengembangkan metode pembelajaran; 6) melakukan
penilaian proses dan hasil peserta didik.
2.
David Ausubel
Menurut Ausubel dalam buku karya Drs.
Bambang Warsita bahwa “belajar haruslah bermakna, materi yang dipelajari
diasimilasi secara nonarbitrer dan berhubungan dengan pengetahuan yang dimiliki
sebelumnya”(2008:72). Hal ini berari bahwa pembelajaran bermakna merupakan suatu
proses yang dikaitkan dengan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang
terdapat dalam struktur kognitif peserta didik. Dimana Proses belajar tidak
sekedar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta saja, tetapi merupakan
kegiatan yang menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang
utuh sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah
dilupakan. Jadi guru harus menjadi perancang pembelajaran dan pengembang program pembelajaran dengan berusaha
mengetahui dan menggali konsep-konsep yang dimiliki peserta didik dan membantu
memadukan secara harmonis dengan pengetahuan baru yang dipelajari.
Langkah-langkah pembelajaran bermakna
menurut Ausebel,dalam merancang pembelajaran antara lain: 1) menentukan tujuan
pembelajaran; 2) melakukan identifikasi peserta didik; 3) memilih materi
pembelajaran sesuai karakteristik peserta didik dan mengaturnya dalam bentuk
konsep inti; 4) menentukan topik peserta didik dalam bentuk advance organizers;
5) mengembangkan bahan belajar untuk dipelajari peserta didik; 6) mengatur
topik pembelajaran dari yang sederhana ke kompleks; 7) melakukan penilaian
proses dan hasil belajar peserta didik.
3.
Jerome Bruner
Berdasarkan Drs. Wasty Soemanto
(1997:127) dan Drs. Bambang
warsita(2008:71) dimana Jarome Bruner
mengusulkana teori yang disebutnya free discovery learning.Teori ini bertitik
tolak pada teori kognitif, yang menyatakan belajar adalah perubahan persepsi
dan pemahan. Maksudnya, teori ini
menjelaskan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika
guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan termasuk
konsep, teori, ide, definisi dan sebagainya melalui contoh-contoh yang
menggambarkan atau mewakili aturan yang menjadi sumbernya.
Keuntungan belajar menemukan :
Menimbulkan rasa ingin tahu siswa sehingga dapat memotivasi siswa sehingga
dapat menemukan jawabannya. Menimbulkan keterampilan memecahkan masalahnya
secara mandiri dan mengharuskan siswa untuk menganalisis dan memanipulasi
informasi. Menurut Burner ada tiga tahap
perkembangan kognitif seseorang yang ditentukan oleh cara melihat lingkungan,
antara lain: tahap pertama enaktif yaitu peserta didik melakukan aktivitas
dalam usaha memahami lingkungan; tahap kedua, ikonik yaitu peserta didik
melihat dunia melalui gambar dan visualisasi verbal; tahap yang ketiga,
simbolok yaitu peserta didik mempunyai gagasan abstrak dimana komunikasi
dibantu sistem simbolik.
Langkah-langkah pembelajaran dalam
merancang pembelajaran menurut Bruner
antara lain: 1) menentukan tujuan pembelajaran; 2) melakukan identifikasi
peserta didik; 3) memilih materi pembelajaran; 4) menentukan topik secara
induktif; 5) mengembangkan bahan belajar untuk dipelajari peserta didik; 6)
mengatur topik pembelajaran dari yang sederhana ke kompleks; 7) melakukan
penilaian proses dan hasil belajar peserta didik.
4. Albert Bandura
Bandura berpendapat tentang teori
kognitif sosial. Seperti yang dijelaskan dalam buku karya John W. Santrock
(2007:285) yang menyatakan bahwa teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory) merupakan faktor
sosial dan kognitif dan juga faktor perilaku, memainkan peran penting dalam
pembelajaran. Hal ini berarti bahwa faktor kognitif berupa ekspektasi murid
untuk meraih keberhasilan sedangkan faktor sosial mencakup pengamatan murid
terhadap perilaku orang tuanya. Jadi menurut Bandura antara faktor
kognitif/person, faktor lingkungan dan faktor perilaku mempengaruhi satu sama
lain dan faktor-faktor ini bisa saling berinteraksi untuk mempengaruhi
pembelajaran. Faktor kognitif mencakup ekspektasi, keyakinan, strategi,
pemikiran dan kecerdasan.
5.
Kurt Lewin
Yang juga merupakan tokoh teori belajar
kognitif adalah Kurt Lewin yang menyatakan tentang teori belajar medan kognitif
(cognitive-field learning theory). Seperti yang di jelaskan oleh Nana Sudjana
dalam bukunya yang menjelaskan bahwa dalam teori belajar medan kognitif,
“belajar didefinisikan sebagaai proses interaksional dimana pribadi menjangkau
wawasan-wawasan baru dan atu merubah sesuatu yang lama”(1991:97). Hal ini berarti bahwa seseorang harus peduli
dengan diri mereka sendiri dan juga dengan orang lain, dengan belajar secara
afektif sehingga diharapkan mereka atau seorang guru bisa mengerti dengan
dirinya sendiri dan dapat melaksanakan tugas dengan lebih baik selain itu juga
mengembangkan sistem psikologis yang bermanfaat dalam berurusan dengan
anak-anak dan pemuda dalam ssituasi belajar.
1.6.2 Prinsip-Prinsip Teori Belajar Kognitif
Berdasarkan pendapat dari Drs. Bambang Warsita (2008:89)
yang menyatakan tentang prinsip- prinsip dasar teori kognitivisme, antara lain:
·
Pembelajaran merupakan
suatu perubahan status pengetahuan.
·
Peserta didik merupakan
peserta aktif didalam proses pembelajaran.
·
Menekankan pada pola
pikir peserta didik.
·
Berpusat pada cara peserta didik mengingat, memperoleh
kembali dan menyimpan informasi dalam ingatannya.
·
Menekankan pada
pengalaman belajar, dengan memandang pembelajaran sebagai proses aktif di dalam
diri peserta didik.
·
Menerapkan reward and
punishment.
·
Hasil pembelajaran
tidak hanya tergantung pada informasi yang disampaikan guru, tetapi juga pada
cara peserta didik memproses informasi tersebut.
No comments:
Post a Comment