MAKALAH PENDIDIK DAN ANAK DIDIK
dari buku Uyo Sadulloh dengan pengubahan
A.
Pendidik
Pendidik pertama adalah orang tua. Orangtualah yang
utama berkewajiban mendidik anaknya karena kewajaran tanggung jawab dari
kehidupan itu sendiri. Pendidik kedua adalah karena jabatan mendapat tugas
sementara dari orang tua untuk mendidik anak-anak mereka misalnya guru, pembimbing
kelompok bermain, pengasuh di rumah yatim piatu dan lain-lain.
1.
Pengertian
Pendidik
Pendidik adalah orang dewasa yang membimbing anak
agar anak bisa menuju kearah kedewasaan. Pendidik yang bertanggung jawab
terhadap pendidikan di lingkungan keluarga adalah orang tua, di lingkungan
sekolah adalah guru, di lingkungan masyarakat adalah orang-orang yang terlibat
dalam kegiatan pendidikan, seperti pegasuh anak yatim piatu dan pembimbing
kelompok bermain. Dari pengertian tersebut ada dua manusia yang terlibat yaitu
orang dewasa yang menjadi pendidik dan anak yang menjadi anak didiknya. Jadi
pendidik adalah orang dewasa yang secara kodrati atau karena tuagsnya bertugas
untuk membimbing anak menjadi dewasa. Pendidik merupakan kunci utama terhadap
kesuksesan pendidikan.
3
|
No
|
Keanakan
|
Kedewasaan
|
1
|
Mencari
bentuk
|
Menampakkan
diri sebagai bentuk
|
2
|
Tak
mempunyai ketetapan
|
Beranggapan
memiliki ketetapan
|
3
|
Tak
ada kemerdekaan
|
Merdeka
|
4
|
Mudah
berubah
|
Tetap,
stabil
|
5
|
Lemah
|
Kuat
|
6
|
Memerlukan
bantuan
|
Membantu
|
7
|
Sangat
mudah terpengaruh
|
Tidak
tergantung kepada orang lain
|
2.
Jenis-Jenis
Pendidik
Pendidik sebagai orang yang
bertanggung jawab membimbing anak mencapai kedewasaan dibedakan kepada dua
jenis, yaitu pertama pendidik karena keharusan atas kewajaran kehidupan misalnya
guru, sedangkan yang kedua adalah pendidik karena diserahi tugas untuk mendidik
anak yaitu orang tua.
a.
Orang
tua
Pendidik pertama muncul karena adanya anak. Setelah
anak lahir, maka orang tua secara wajar alamiah dan kodrati menjadi pendidik,
karena kenyataanya anak lahir dalam keadaan tidak berdaya sehingga mereka
memerlukan bantuan orang lain yang sudah dewasa. Peran pendidik utama ini
sangat besar, karena mereka bukan saja sekedar mendidik anak agar ia menjadi
besar dan pandai segala macam, namun terutama ia membantu perkembangan anak
dalam segi kemanusiaannya, menjadikan anak didik menjadi manusia yang mampu
hidup bersama dengan orang lain, manusia bermoral dan berhati nurani sesuai
sabda Rasulullah : Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua
orang tuanya yang akan menjadikan anak tersebut sebagai penganut Yahudi,
Nasrani atau penganut Majusi.
Husain Mazhahiri (2002, xv) mengemukakan bahwa
pengaruh orang tua sangat besar terhadap masa depan anak, seperti beliau
katakan :
Kita dapat
memastikan bahwa komitmen orang tua terhadap norma-norma Islam dan
hukum-hukumnya pada kehidupan mereka,
menyediakan lahan yang sesuai bagi kemaslahatan dan kebahagiaan anak, agar ia
dapat tumbuh dengan akhlak yang mulia dan diridhai. Perkara itu dapat menjadi
sebaliknya, seandainya orang tua mengabaikan komitmen mereka terhadap hukum-hukum
islam dan ajarannya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh langsung dari orang tua terhadap masa depan anak pada berbagai jenjang
kehidupannya, baik pada periode kanak-kanak, remaja, dan dewasa. Karena itu
Islam mengangggap tugas pendidikan anak sebagai suatu kewajiban bagi orang tua
yang harus didahulukannya.
b.
Guru
Pendidik kedua adalah mereka yang diberi tugas
menjadi pendidik karena profesinya, misalnya guru. Dalam UU No.14 Tahun 2005,
guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah. Untuk mengajar, guru dibekali dengan berbagai ilmu
kependidikan dan keguruan sebagai dasar disertai seperangkat latihan
keterampilan keguruan.
Guru berfungsi sebagai pendidik di samping sebagai
pengajar. Guru membentuk sikap siswa bahwa guru menjadi contoh teladan bagi
siswa-siswanya. Hal itu tidak mungkin jika guru hanya bertugas mengajar saja.
Berikut beberapa hal yang harus dimiliki oleh seorang guru :
1) Guru
harus memiliki kedewasaan.
2) Guru
harus mampu menjadikan dirinya sebagai teladan.
3) Guru
harus mampu menghayati kehidupan anak, serta bersedia membantunya.
4) Guru
harus mengikuti keadaan kejiwaan dan perkembangan anak didik.
5) Guru
harus mengenal masing-masing anak sebagai pribadi.
6) Guru
harus menjadi seorang pribadi.
3.
Ciri-
ciri Pendidik
a.
Memiliki
kewibawaan
Ciri utama seorang pendidik adalah adanya kewibawaan
yang terpancar dari dirinya terhadap anak didik yang dapat menimbulkan pada
pihak lain sikap untuk mengakui, menerima, dan menuruti dengan penuh pengertian
atas pengaruh tersebut.
b.
Mengenal
anak didik
Mengenal anak didik meliputi sifat anak secara umum
meliputi usia anak baik kelas tinggi maupun kelas rendah. Tidak ada satu anak
pun yang memiliki sifat yang sama, sehingga pendidik harus mengenal anak didik
secara khusus agar pendidikannya dapat sesuai dengan setiap anak secara
perorangan.
c.
Membantu
anak didik
Pendidik harus membantu anak didiknya sesuai dengan
yang diharapkan anak didik. Setiap anak didik ingin menjadi dirinya sendiri,
ingin berdiri sendiri, mau bertanggung jawab sendiri dan ingin menentukan
sendiri, sehingga pendidik tidak boleh memaksakan kehendak pada anak didiknya.
4.
Syarat-syarat
Pendidik
Edi Suardi (1984) mengungkapkan bahwa seorang
pendidik harus memenuhi beberapa persyaratan, yakni :
1) Seorang
pendidik harus mengetahui tujuan pendidikan. Pendidik harus mengetahui tentang
apa yang disebut manusia dewasa sesuai dengan tempat dan waktu serta mengenal
tujuan pendidikan nasional atau cita-cita nasional tentang manusia Indonesia.
2) Seorang
pendidik harus mengenal anak didiknya.
3) Seorang
pendidik harus tahu prinsip dan penggunaan alat pendidikan yang cocok bagi anak
didik pada situasi tertentu.
4) Untuk
dapat melakukan tugasnya yang menghendaki pengetahuan dan kesabaran itu harus
mempunyai sikap bersedia membantu anak didik.
5) Untuk
dapat membuat suatu pergaulan pendidikan yang serasi dan mudah berbicara pada
anak didik, maka ia harus dapat beridentifikasi dengan anak didiknya. Ia harus
tetap dewasa tetapi menyesuaikan segala cara mendidiknya dengan dunia anak.
B.
Anak
Didik
Dalam kegiatan pendidikan, sasaran yang kita harapkan
akan menjadi orang dewasa adalah anak didik, mereka menjadi tumpuan harapan
agar menjadi manusia yang utuh, bersusila dan bermoral, bertanggung jawab bagi
kehidupan, baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat. Anak didik menunjukkan seorang
manusia yang belum dewasa yang akan dibimbing oleh pendidiknya untuk menuju
kepada kedewasaannya. Dalam pedagogik, istilah yang digunakan adalah anak
didik, sedangkan peserta didik subjeknya beragam tidak terbatas kepada anak
yang belum dewasa saja.
1.
Pengertian
anak didik
Anak didik merupakan seorang yang berkembang,
memiliki potensi tertentu, dan dengan bantuan pendidik ia mengembangkan
potensinya secara optimal. Untuk mengetahui siapa anak didik, perlu dipahami
bahwa ia sebagai manusia yang sedang berkembang menuju kearah kedewasaan
memiliki beberapa karakteristik. Tirtarahadja (2000) mengemukakan 4
karakteristik yang dimaksudkan yaitu :
1) Individu
yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan makhluk
yang unik. Anak sejak lahir telah memiliki potensi-potensi yang ingin
dikembangkan dan diaktualisasikan sehingga membutuhkan bantuan dan bimbingan
dari pendidik.
2) Individu
yang sedang berkembang. Sejak lahir bahkan sejak dalam kandungan, manusia
berada dalam fase perkembangan yang memiliki sifat khusus. Perbedaan
perkembangan tersebut harus dipahami oleh pendidik pada tiap fasenya.
3) Individu
yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi. Sepanjang anak
belum dewasa, ia membutuhkan bantuan dan menggantungkan diri kepada orang
dewasa. Pertama, keadaan tidak berdaya anak membutuhkan bantuan. Kedua,
kemampuan untuk mengembangkan dirinya, namun ia tetap memerlukan bantuan orang
lain, sehingga orang dewasa berkewajiban untuk membimbingnya dan harus
disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak.
4) Individu
yang memiliki kemampuan untuk mandiri. Anak didik dalam perkembangannya
memiliki kemampuan untuk berkembang ke arah kedewasaan. Pada diri anak, ada
kecenderungan untuk memerdekakan diri, sehingga menimbulkan kewajiban bagi
pendidik untuk secara bertahap memberi kebebasan dan pada akhirnya pendidik
mengundurkan diri dari usaha memberi bantuan kepada anak apabila anak telah
benar-benar mandiri.
2.
Ciri
anak didik
Edi suardi (1984) mengemukakan 3 ciri anak didik
yaitu :
a.
Kelemahan
dan ketidakberdayaan
Anak ketika dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak
berdaya. Kelemahan yang dimiliki anak adalah kelemahan rohaniah dan jasmaniah,
misalnya dia tidak kuat oleh gangguan cuaca, keadaan tubuh yang basah, panas
atau dingin. Kelemahan dan ketidakberdayaan anak makin lama makin hilang karena
berkat bantuan dan bimbingan pendidik atau yang disebut dengan pendidikan.
Pendidikan akan berhenti manakala kelemahan dan ketidakberdayaan sudah berubah
menjadi kekuatan dan keberdayaan yaitu suatu keadaan yang dimiliki oleh orang
dewasa.
b.
Anak
didik adalah makhluk yang ingin berkembang
Bayi yang normal atau sehat tidak pernah diam, ia
selalu ingin bergerak karena vitalitas yang mereka miliki sehingga bayi selalu
ingin berkembang. Keinginan berkembang yang menggantikan ketidakmampuan pada
saat anak manusia lahir merupakan suatu
karunia yang besar untuk membawa mereka ke tingkat kehidupan jasmaniah dan
rohaniah yang tinggi, lebih tinggi dari makhluk lain. Keinginan berkembang mendorong
anak untuk giat, itulah yang menyebabkan adanya kemungkinan pergaulan yang
disebut pendidikan. Anak yang tidak memiliki hasrat untuk berkembang biasa
disebut sebagai anak yang terbelakang. Pada anak didik usia lanjut pun banyak
kita jumpai dorongan untuk bergerak dalam hal perkembangan. Misalnya anak-anak
suka membaca petualangan, banyak berkelakar dengan teman-teman mereka, sering
berkumpul dalam suatu kumpulan anak-anak muda. Kesemuanya itu adalah contoh
bahwa mereka berada dalam suatu tahap berkembang.
c.
Anak
didik yang ingin menajdi diri sendiri
Untuk dapat bergaul dalam masyarakat, seseorang
harus merupakan seorang diri sendiri karena tanpa itu, manusia akan menjadi
penurut, manusia massa yang tak punya pribadi. Pendidikan yang tidak
memperhatikan anak yang ingin menjadi diri sendiri adalah pendidikan yang
bersifat otoriter bahkan memaksa, berarti mematikan pribadi anak yang sedang
tumbuh. Inilah yang harus dihindari.
3.
Perkembangan
anak didik
a.
Bayi
(0-2 tahun)
Masa bayi, anak lahir dalam keadaan tidak berdaya di
satu pihak, akan tetapi di pihak lain menunjukkan keinginan berkembang yang tak
mau berhenti dan dengan semangat yang mengagumkan. Bayi sepenuhnya mempercayai
orang tuanya. Pada tahap ini, tindakan pendidikan berupa pembiasaan yang
berkaitan dengan kebersihan dan kesehatan serta pemeliharaan fisik. Pada masa
ini, anak didik beradaptasi terhadap lingkungan alam fisik maupun lingkungan
hidup manusia. Pada masa bayi, hubungan pendidik dan anak didik tidak menjadi
masalah karena pendidik lebih banyak mengikuti gerak bayi itu sendiri, karena
pendidikan dalam arti pergaulan mendidik itu terbatas.
b.
Kanak-kanak
(3-7 tahun)
Masa kanak-kanak dapat diklasifikasikan dalam 2 fase
yaitu, pertama usia 3-4 tahun merupakan masa otonomi, rasa malu, dan ragu. Pada
tahap ini, anak dapat berdiri sendiri secara fisik dalam arti duduk, berdiri,
berjalan, bermain, minum dari botol sendiri tanpa dibantu oleh orang lain.
Namun dipihak lain, ia juga sudah mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam
berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orang
tuanya.
Kedua, usia 4-7 tahun adalah masa eksplorasi. Masa
ini penuh dengan kegairahan untuk melihat dan mengetahui sebanyak-banyaknya
ditandai hasrat ingin tahu yang luar biasa serta aktif. Perhatian mereka
terhadap suatu objek selalu berubah-ubah. Pada masa ini, anak sudah
berkomunikasi dalam bentuk pergaulan bermain. Anak tidak akan menyusahkan
pendidiknya jika keperluan jasmani dipenuhi dan kesempatan bermain tidak dihalangi.
Masa ini mneghendaki sutau penanganan yang khas dengan sengaja memperlonggar
komunikasi dan lebih banyak Tut Wuri Handayani.
c.
Anak-anak
(7-12 tahun)
Pada masa anak-anak ini, mereka menginjak masa yang
lebih luas. Masa ini adalah masa perkembangan dunia kecerdasan yang luas. Tanda
utamanya adalah pengenalan dan penyelidikan yang lebih luas. Pada masa ini anak
sangat aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya, dorongan untuk
mengetahui dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar. Masa anak-anak ini
ditandai dengan kehidupan intelektualisme dalam arti pengenalan dunia yang
lebih luas dan sedikit abstrak serta dunia khayal. Masa anak-anak adalah masa
pencarian pengetahuan sebanyak mungkin. Informasi yang cocok dan hal-hal yang
menyangkut uraian tentang dunia nyata akan memukau pada tahap ini. Masa ini
adalah masa realistis dan karena itu komunikasi peserta didik dengan pendidik
pada masa ini lebih bersifat stabil.
d.
Puber
(12-14 tahun)
Pada wanita masa puber ini ditandai dengan haid
pertama yang disertai dengan perasaan tidak enak bagi yang mengalaminya.
Perkembangan fisik bagi wanita, pinggulnya membesar, buah dada berkembang,
tumbuh rambut sekitar tangan dan kaki serta di daerah alat kelamin, perubahan
suara menjadi merdu dan sebagainya. Pada laki-laki, ditandai dengan mimpi
basah, otot-otot tumbuh, dada, lengan, dan paha tumbuh kuat, perubahan suara,
muncul jerawat. Secara psikologis diantara laki-laki dan perempuan mulai
tertarik kepada lawan jenis.
Masa remaja sebagai persiapan kearah kedewasaan
didukung oleh kemampuan dan kecakapan yang dimilikinya ia berusaha untuk
membentuk dan memperlihatkan identitas diri, ciri-ciri khas dari dirinya bahkan
muncul kenakalan remaja. Fase ini adalah masa penyesuaian jangka panjang kepada
kehidupan kedewasaan yang menuntut tanggung jawab paripurna yang meletakkan
banyak prasyarat. Masa remaja adalah masa untuk menyesuaikan diri anak didik
menjadi lebih matang dari segi sosialnya, kematangan rohani, serta tanggung
jawab. Mereka sudah dapat membandingkan dan menilai, karena itu pendidik yang
ideal bagi mereka adalah pendidik yang menghargai kedirisendirian anak didik
tetapi bertindak tegas.
4.
Anak
didik sebagai individu
Individu adalah orang seorang diri, perseorangan
sebagia kesatuan yang tidak dapat dibagi. Individu adalah orang yang tidak
bergantung pada orang lain. Ia mempunyai kedaulatan sendiri tetapi didalam
ikatan dengan orang atau individu lain karena keterbatasan yang dimiliki
individu tersebut. Individu-individu satu sama lainnya bergaul dalam kehidupan
bersama, tetapi tidak meluluhkan diri kepada orang lain. Keinginan untuk
menjadi diri sendiri itu ada pada setiap manusia. Maka setiap anak yang berada
dalam ikatan pendidikan dengan pedidikannya adalah mereka yang pada dasarnya
ingin menjadi diri sendiri dan bebas serta mempertahankan dirinya dari keadaan
sekelilingnya. Jika prinsip pendidikan ini tidak diakui maka tidak akan terjadi
pendidikan dan tidak akan menghasilkan manusia yang diharapkan.
C.
Interaksi
Pedagogis antara Pendidik dengan Anak Didik
Interaksi pedagogis merupakan sutau pergaulan antara
anak dengan orang dewasa untuk mencapai tujuan pendidikan, yaitu manusia
mandiri, manusia dewasa.
1.
Pendidikan
berarti berkomunikasi
Pendidik dan anak didik akan berkomunikasi, dalam
arti komunikasi dua arah. Berkomunikasi
berarti berhubungan timbal balik, seolah bercakap-cakap antara kedua belah
pihak. Dalam berkomunikasi, anak harus diberi kesempatan untuk mengemukakan
pendapatnya sendiri dan mencoba kemampuannya sendiri. Dalam komunikasi timbal
balik anak diajari tanggung jawab dan kemampuan berdiri sendiri. Pada situasi
komunikatif anak akan berkembang dengan baik menjadi dewasa dan dapat berdiri
sendiri. Dalam berkomunikasi antara pendidik dengan anak didik ada beberapa hal
yang harus diperhatikan yaitu :
a.
Menyediakan
situasi yang baik
Menyediakan suasana yang baik merupakan suatu upaya
yang harus dilakukan pendidik agar anak didik dapat berkembang secara optimal
dalam situasi yang baik. Menyediakan situasi yang baik bukan saja mengenai
dunia mati, lingkungan alam dan kebendaan, namun menyediakan lingkungan yang
baik berarti pula memberikan suasana pergaulan yang baik. Anak dapat mengambil
contoh dari lingkungan hidup atau lingkungan keluarga dan contoh lingkungan
yang baik memberikan suatu kemungkinan bahwa anak akan berkembang dengan baik.
b.
Mengikuti
irama anak
Setiap anak berkembang dalam suatu cara yang
berbeda, dalam cara tersendiri, ada anak yang mengalami tempo perkembangan
cepat, ada pula yang lambat. Tiap anak dikaruniai dengan berbagai kemungkinan
untuk berkembang yang tidak sama. Membantu anak untuk berkembang adalah kewajiban
pendidikan. Pendidik membantu anak agar dapat mengembangkan bekal kemungkinan
itu dengan membantunya memberikan suasana untuk berkembang yang paling baik.
2.
Syarat
interaksi pedagogis
a.
Rasa
tenang pada anak didik
Suatu interaksi pedagogis hanya dapat terjadi jika
anak didik memiliki perasaan bahwa ia dapat berkembang dengan tenang.
Ketenangan sebagai akibat adanya suatu perasaan pada diri anak bahwa dirinya
aman yang dilandasi rasa kepercayaan terhadap pendidik.
b.
Hadirnya
kewibawaan
Anak didik secara relativ merasa dirinya tidak
berdaya. Relativ artinya tidak berdaya dibandingkan dengan pendidiknya. Selama
jarak antara anak didik dengan pendidik ada, maka anak didik dikatakan secara
relativ tidak berdaya. Jika anak merasa tidak berdaya dan pendidik memberikan
yang ia perlukan untuk perkembangannya maka telah terjadi pengaruh antara
pendidik dan anak didik atau dengan kata lain kewibawaan pendidik telah hadir.
c.
Kesediaan
pendidik membantu anak didik
Interaksi pedagogis akan terjadi apabila dari pihak
pendidik ada kesediaan atau kerelaan untuk membantu anak didik sehingga timbul
rasa aman dalam diri anak. Pada pendidik wajar misalnya orang tua, kesediaan
untuk membantu itu berubah bentuk menjadi rasa kasih sayang kepada anak didik.
Jadi kerelaan membantu itu merupakan syarat mutlak untuk terciptanya situasi
interaksi pedagogis.
d.
Perhatikan
minat anak
Dalam interaksi pedagogis pendidik harus
memperhatikan minat anak didik, karena dalam diri anak didik akan muncul
perasaan bahwa interaksi dengan pendidik yang sedang dijalani akan berguna bagi
dirinya. Untuk menarik minat anak, pendidik akan berusaha dengan berbagai cara,
diantaranya dengan melibatkan mereka pada suatu kegiatan secara langsung
sehingga mereka akan aktif dalam melaksanakan kegiatannya.
3.
Interaksi
pedagogis dalam pembelajaran di sekolah
a.
Karakteristik
interaksi pedagogis di sekolah
1) Interaksi
atas dasar tugas dan peran masing-masing.
Dalam situasi belajar-mengajar ditandai dengan
hubungan peran dan tugas, dimana hubungan guru-murid untuk pertama kali tidak
didasarkan atas kecintaan atau kasih sayang seperti hubungan orang tua dan
anak. Di sekolah hubungan pribadi itu timbul karena tugas atau peran
masing-masing. Tugas dan peran murid adalah belajar, sedangkan tugas dan peran
guru adalah mengajar sehingga keduanya bekerja sama.
2) Ada
tujuan
Dalam interaksi belajar mengajar selalu ada tujuan
untuk mencapai sesuatu demi kepentingan murid. Dalam proses belajar mengajar
dalam kelas misalnya berdasarkan tujuan kurikuler dan instruksional.
3) Kemauan
guru untuk membantu
Dalam interaksi dalam pembelajaran ditandai dengan
kemauan guru untuk membantu murid mencapai sesuatu kepandaian atau keterampilan
serta sikap tertentu. Sebaliknya murid beranggapan bahwa guru dapat membantunya
dalam hal-hal tertentu didalam
perkembangannya sehingga lahirlah sikap menghargai dan menghormati serta
mentaati guru sebagai pernyataan pengakuan murid pada kewibawaan guru.
4) Ada
suatu prosedur yang sengaja direncanakan untuk mencapai suatu tujuan.
Dalam interaksi pembelajaran ada suatu urutan
kegiatan yang telah ditentukan sesuai tujuan yang akan dicapai. Misalnya kita
akan mencapai tujuan instruksional khusus tertentu, maka prosedur yang ditempuh
akan lain dengan tujuan instruksional lainnya. Untuk menjalankan langkah urutan
prosedur guru menggunakan metode dan peralatan. Metode harus cocok dengan bahan
dan urutannya sudah tentu akan menggunakan alat bantu yang tepat agar proses
pembelajaran tidak terhambat.
5) Ditandai
dengan satu garapan materi
Materi ini adalah alat untuk mencapai tujuan suatu
pelajaran tertentu. Bahan ini sudah disiapkan sebelum interaksi belajar
mengajar berjalan. Misalnya agar anak dapat membuat kalimat dengan kata
“sewenang-wenang”, maka guru menggunakan bahan yang cocok dengan itu, seperti
bahan bacaan tertentu sesuai tahap perkembangan penguasaan bahasa anak-anak
dengan syarat-syarat khusus yang cocok.
6)
Interaksi pembelajaran ditandai dengan
aktivitas anak.
Tidak ada gunanya guru melakukan interaksi
belajar-mengajar di sekolah, jika murid tidak aktif atau hanya pasif. Aktif
artinya anak melakukan kegiatan fisik, seperti menggambar, menulis, atau
olahraga serta menyelesaiakan suatu pertanyaan. Jadi aktif adalah giat, baik
aktif secara lahiriah atau giat dalam arti batinnya atau rohaninya. Dengan
interaksi maka diharapkan belajar menjadi pengalaman yang intensif. Dalam
interaksi itu, guru mengambil peran yang aktif, yakni menerangkan, menyuruh,
bertanya, memberi tugas, mendorong, memancing, memberi motivasi, sehingga
interaksi itu benar-benar ada.
7)
Guru mengambil peranan membimbing.
Membimbing yaitu menjadi motor dari proses belajar
mengajar. Guru menjadi motivator (pemberi dorongan), guru juga menjelaskan, dan
sebagainya. Guru merupakan tokoh utama dalam interaksi. Dia yang memulai
proses, memimpin, dan menghentikan proses. Karena itulah maka tugas guru di dalam
interaksi itu disebut dengan membimbing.
8)
Di dalam interaksi pembelajaran ada
suatu disiplin.
Disiplin merupakan suatu pola tingkah laku yang
diatur dan ditaati oleh guru dan murid serta merupakan suatu prosedur sehingga pihak yang terkait dalam hal
ini guru, murid, karyawan administrasi tidak boleh menyimpang darinya.
9)
Ada batas waktu.
Untuk mencapai suatu tujuan instruksional tertentu
di dalam system berkelas batas waktu ini menjadi salah satu ciri. Setiap tujuan
diberi waktu tertentu kapan harus dicapai dan sebagainya. Hal itu terpaksa
dilakukan mengingat bahwa kelas-kelas kita memang besar-besar.
10) Interaksi
belajar mengajar individual.
Dalam jenis interaksi ini, anak belajar secara
individual. Pada interaksi ini anak banyak mendapat kesempatan untuk mengalami
berbagai proses belajar, karena guru hanya berhadapan dengan seorang anak,
sehingga banyak memberi kesempatan kepadanya. Keuntungan interaksi ini adalah
murid dapat mencapai tujuan pendidikan dengan cepat, karena memang hanya ia
sendiri yang menjadi pusat perhatian, penilaian dapat dilakukan lebih mendalam
serta hubungan guru dan murid menjadi lebih intensif, sehingga keduanya dapat
lebih mengenal satu sama lain.
11) Interaksi belajar-mengajar kelompok.
Jenis inilah yang banyak dipakai sekarang karena
cara ini lebih murah dan lebih cepat. Namun kedalaman pendidikan tidak seperti
cara individual karena murid banyak sehingga giliran mendapat pengalaman,
pengawasan, pelayanan individual itu tidak seperti pada cara individual. Segi
sosialitas murid lebih banyak berkembang karena pergaulan antar murid satu sama
lain.
12) Interaksi
belajar mengajar dengan tim guru.
Pada cara berkelompok kadang-kadang kita sengaja
meminta sejumlah guru untuk bersama-sama pada suatu waktu melakukan interaksi
belajar-mengajar dengan sekelompok murid. Caranya ialah dengan membagi tugas
antar guru-guru tersebut sesuai dengan bagian-bagian bahan yang menjadi
keahliannya dan masing-masing bergiliran melakukan interaksi.
b.
Aspek-aspek
pendidikan
Langeveld menjelaskan tentang dasar antropologis
manusia yaitu, individualitas, sosialitas, dan moralitas disertai juga dengan
mahkluk berketuhanan. Atas dasar hakikat manusia tersebut, interaksi
pembelajaran di sekolah harus menyangkut aspek-aspek pendidikan seperti yang
dikemukakan oleh Ahmadi dan Uhbiyati (2001) yaitu sebagai berikut :
1) Pendidikan
budi pakerti
Budi pakerti berkaitan dengan watak, akhlak manusia,
merupakan aspek fundamental dalam kehidupan manusia. Pendidikan budi pakerti
berusaha mengembangkan manusia berwatak dan bermoral dan berakhlak mulia.
Pendidikan budi pakerti bertujuan agar anak dapat membedakan antara baik dan
tidak baik, sopan tidak sopan, sifat terpuji dan tercela dan lain sebagainya,
sehingga pada akhirnya anak mau berbuat sesuai dengan hal-hal yang baik dan
meninggalkan hal-hal yang tidak baik. Pendidikan budi pakerti mencakup 2 macam
pembentukan, yaitu pembentukan kata hati dan kemauan.
2) Pendidikan
kecerdasan
Pendidikan kecerdasan merupakan tugas pokok sekolah,
bertujuan agar anak dapat berpikir secara kritis, logis, dan kreatif. Berpikir
kritis berarti secara cepat anak dapat melihat hal-hal yang benar dan hal-hal
yang tidak benar dalam kehidupan yang dialaminya. Berpikir logis berarti anak
dengan cepat dapat melihat hubungan anatar masalah yang satu dengan yang
lainnya. Berpikir kreatif berarti apa yang diselidiki atau hasil dari
percobaan-percobaan dapat menemukan sesuatu yang baru. Untuk melatih anak
berpikir ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru yaitu :
- Hindarkan
sifat verbalis dalam pengajaran.
- Sajikan
pengajaran dalam bentuk pemecahan masalah.
- Dalam
pembelajaran hendaknya siswa dihadapkan kepada situasi nyata yang harus
dipecahkan.
- Usahakan
aktivitas-aktivitas dalam praktik untuk menyelidiki dan menguji kebenaran
pengetahuan yang diperoleh dari buku.
- Latihlah
murid untuk membuat suatu laporan.
3) Pendidikan
sosial
Manusia senantiasa hidup berkelompok baik kelompok
besar maupun kecil. Kelompok kecil adalah keluarga dan kelompok besar misalnya
marga di Sumatra, sehingga untuk dapat hidup dalam suatu kelompok anak harus
dapat menyesuaikan diri. Untuk kehidupan bersama diperlukan sifat-sifat sabar,
ramah, santun, tolong-menolong, hargai- menghargai, serta hormat-meghormati.
Tujuan pendidikan sosial adalah agar anak dapat menyesuaikan diri dalam
kehidupan bersama dan ikut ambil bagian secara aktif dalam kehidupan bersama
tersebut.
4) Pendidikan
kewarganegaraan
Pendidikan kewarganegaraan mendidik anak agar kelak
menjadi warga Negara yang baik, dan utuh, berguna bagi kehidupan masyarakat dan
Negara. Di sekolah pendidikan kewarganegaraan tidak hanya melalui PKN, namun
dapat diintegrasikan dalam berbagai mata pelajaran, seperti pelajaran sejarah,
bahasa, kesenian, agama, dan sebagainya.
5) Pendidikan
keindahan (estetika)
Pendidikan keindahan bertujuan agar anak didik
memiliki rasa keharuan terhadap keindahan, memiliki selera keindahan, dapat
menghargai dan menikmati keindahan, bukan untuk mendidik anak menjadi seniman
atau seniawati dalam berbagai lapangan kesenian. Misalnya cara berpakaian yang
sopan, cara mengatur dan membersihkan serta mengatur halaman. Hal inilah yang
harus diutamakan dalam pendidikan keindahan.
6) Pendidikan
jasmani
Pendidikan jasmani tidak hanya berupa latihan
jasmani saja yang bertujuan memperkuat otot, mempertinggi koordinasi dan menuju
kesehatan tubuh, tetapi juga bertujuan untuk pembentukan watak. Melalui
pendidikan jasmani anak dikembangkan sifat-sifat dan tabiat serta watak yang
baik, seperti jujur, sportif, disiplin, bertanggung jawab, kerjasama dan
sebagainya.
7) Pendidikan
agama
Pendidikan di sekolah, khususnya di SD sebaiknya
ditekankan kepada pembiasaan, yaitu kebiasaan-kebiasaan untuk melaksanakan atau
mengamalkan ajaran-ajaran agama, misalnya dibiasakan melakukan salat di masjid
pada awal waktu, melaksanakan puasa, dan sebagainya.
8) Pendidikan
kesejahteraan keluarga
Pendidikan kesejahteraan keluarga secara luas
bertujuan meningkatkan taraf kehidupan dan penghidupan keluarga untuk mencapai
terwujudnya keluarga sejahtera secara utuh (jasmani, rohani, material,
spiritual). Secara khusus di sekolah untuk memperdalam keinsyafan anak akan
perlunya hidup damai dan rukun, hemat, cermat, sehat sejahtera dalam ikatan
keluarga, dan memunculkan minat untuk ikut serta berpartisipasi mengurus
kehidupan keluarga. Materi yang disajikan di sekolah perlu disesuaikan dengan
tingkat sekolah anak.
No comments:
Post a Comment